Kadang kala ada masanya kita mengalami hal-hal yang tidak kita inginkan. Misalnya jatuh dari motor, ‘hanya’ gara-gara pijakan kaki yang tidak kuat menopang tubuh dan motor (plus penumpang di belakang yang goyang karena panik), hehehe. Itu yang terjadi pada saya saat melakukan perjalanan rombongan ke Kapujan, salah satu daerah terisolir di Solok Sumatera Barat.
Waktu saya dan sahabat saya ikut program Sehari Bersama Anak Yatim di Jorong (setingkat dusun) Kapujan, Nagari Rangkiang Luluih, Tigo Lurah, kami melakukan perjalanan yang luar biasa. Perjalanan melewati jalan kabupaten yang kiri kanannya bukit dan jurang yang lebar, selama 4 jam dari Solok. Dan setengah perjalanan kami mengendarai motor di bawah siraman hujan. Ruaaar biasa mantaaap, hehehe.
Sekitar 6 – 7 km menjelang Kapujan, jalanannya mulai menanjak tajam. Di sisi kiri atau kanan jalan gelap gulita karena tidak ada lampu penerang jalan. Yang terlihat di sisi kanan jalan adalah pohon-pohon yang lebat di tebing-tebing perbukitan, sementara di kiri jalan kadang terlihat pepohonan hutan juga, kadang yang terlihat hanyalah kepekatan malam. Saya perkirakan mungkin di sisi kiri adalah jurang, tetapi pas kami pulang keesokan harinya di sisi kiri ini, selain semak belukar, juga bentangan lembah yang indah dengan sawah-sawah yang berundak-undak.
Cerita jatuh dari motor bermula ketika melewati jalan yang menanjak tajam dan menikung ke kanan (anggap tikungan pertama). Sekitar 20 – 30 meter berikutnya ada lagi tikungan ke kiri (anggap tikungan ke-2) yang juga masih menanjak tajam. Jadi, setelah tikungan pertama yang ke kanan, motor saya masih oke. Tapi menjelang tikungan kedua yang ke kiri motor saya agak kepayahan, tapi insya allah saya merasa masih bisa mengendalikan motor saya.
Akan tetapi, tidak demikian dengan sahabat saya. Begitu motor tarasa ‘ngap’ alias ‘sesak napas’ saat menanjak dia mulai panik. Tubuhnya mulai goyang-goyang karena panik. Sementara motor saya terasa makin berat lajunya. Saat mau belok atau menikung ke kiri yang menanjak, pastinya saya ngga bisa langsung belok kiri, musti ambil lurus dulu hingga hampir mencapai sisi tepi aspal di bagian kanan jalan, supaya jalur motor saya lebih landai. Baru kemudian saya belok kiri supaya motor saya tidak terlalu ngap.
Tapi masalahnya teman saya masih bergerak panik di belakang saya, mungkin karena laju motor yang terasa tidak bertenaga. Sehingga motor saya goyang dan tidak seimbang. Saya menurunkan kaki (kiri). Tapi posisi jalan di kiri motor jauh lebih rendah dibanding di kanan motor. Posisi kaki kiri saya tidak kuat menahan berat motor karena tubuh kami terlalu miring. Akibatnya, motor saya jatuh ke samping kiri. Saya mendengar yang lain berteriak melihat kami jatuh.
Rem motor saya pegang kuat-kuat supaya motor tidak loncat (sampai sekarang saya masih ingat dengan jelas kejadiannya, hahaha). Tidak berapa lama, ada yang mematikan motor saya, entah siapa dia (tapi belakangan saya tau, Tomy yang mematikan mesin motor saya). Dia juga menginstruksikan supaya saya melepaskan rem motor. Oke, saya pun melepaskan rem motor yang tadi saya pegang kuat-kuat.
Setelah itu saya menoleh ke kanan badan saya menanyakan bagaimana kondisi teman saya. Dia bilang oke, ngga apapa. Alhamdulillah. Yang lain pada berteriak supaya jangan langsung berdiri. Biarkan sesaat rebahan dulu. Saya patuh aja dan membiarkan tubuh saya tertelentang di atas jalan dengan kondisi jalan di posisi kaki lebih tinggi daripada tanah di posisi kepala.
Di atas sana saya melihat langit bergitu indah. Lokasi kami yang di tengah hutan, yang pekat dan kelam (hanya ada sorot lampu senter dan hape), yang tiada polusi cahaya membuat bintang-bintang di langit tampak lebih terang dan indah. Bulan yang baru berusia sekitar semingguan tampak redup tertutup awan. Meski dalam perjalanan sang rembulan muda sering menampakkan wajahnya dengan ‘sumringah.’
Saya terpana. Saya berujar dalam hati, ‘waaah, indahnya!” Saya lupa kalau saya dalam kondisi ‘masih’ terjatuh dari motor, hahaha. Saya menikmati pemandangan langit dengan cahaya gemintang yang terang dan indah. Ingatan saya langsung melayang pada komik topeng kaca (seriusss ini) dimana Maya Katajima dan Pak Masumi Hayami berbaring bersebelahan di atas rumput memandang langit yang indah di sebuah bukit di Lembah Plum.
Serius, saya juga heran entah kenapa Maya Katajima dan Masumi Hayami yang langsung terekam dalam ingatan saya, hahaha. Tapi saya akui saya memang sangat menyukai komik serial Topeng Kaca tersebut. Tapi entah kenapa saya sampe ingat adeganmereka memandang bintang pas saat saya jatuh dari motor??? Sungguh luar biasa ternistaaah ulalaaa kelakuan saya, wkwkwk *ngakak glundungan sampe korea utara*
Saya akhirnya berdiri dibantu teman-teman yang cowok. Eh susah banget ternyata. Soalnya kan posisi kepala saya kan lebih rendah daripada kaki. Yang bantu saya berdiri menghadap saya yang terbaring. Plus badan saya yang ukuran jumbo membuat yang mau menolong saya berdiri malah hampir jatuh, hahaha. Perlu minimal dua orang untuk bisa menarik badan saya supaya saya bisa berdiri. Saya tidak ingat siapa yang udah menolong saya berdiri,. Saya berterima kasih sama mereka deh, pokoknya.
Alhamdulillah, tidak ada luka atau cedera serius di badan saya. Mungkin ada yang sakit sakit tapi insya allah secara umum saya fine-fine saja. Hanya saja teman saya tapak tangannya sedikit tergores karena gesekan dengan aspal jalan. Dia masih terlihat sangat panik apalagi dengan tangan yang tergores. Daaan ndilalahnya kami malah tidak ingat untuk membawa peralatan P3K, ya salam, hehehe. *tepok jidat
Untung saya bawa tisu basah untuk membersihkan tanah yang menempel dekat goresan luka. Melihat teman-teman masih sibuk memperhatikan Linda, saya mengeluarkan hape. Saya mencoba memotret langt malam yang indah. Tapi sayang, ternyata keindahan bintang yang terang benderang tidak bisa terekam kamera hape saya, hahaha. Ya iyalaaaah, lo kate hape lo punya kamera kaya kamera planetariun? *digetok abang Masumi Hayami? Wkwkwkw
Semua sudah oke, Alhamdulillah secara umum Linda juga tidak apa-apa. Kami hendak melanjutkan perjalanan. Mereka usul supaya saya dan Linda dibonceng teman-teman yang cowok. Karena jalanan berikutnya adalah jalanan tanah berbatu. Saya setuju aja Linda dibonceng anak-anak cowok. Tapi saya tidak mau dibonceng. Saya mau saya tetap mengendarai motor saya. Saya bilang insya allah ngga apa-apa.
Saya tetap mau mengendarai sendiri karena saya ngga mau nanti saya tiba-tiba trauma, atau takut bawa motor lagi kalau saya tidak langsung bawa motor sekarang saat itu. Maka saya harus mengalahkan rasa syok saya yang tadi tiba-tiba jatuh. Maka saya pun melanjutkan mengendarai motor di tengah kegelapan malam, di bawah indahnya bintang gemintang di langit sana.
Dan alhamdulillah kami tiba dengan selamat meski saya harus berjuang menghadapi jalanan tanah berbatu dalam suasana yang gelap sepanjang sekitar 6 km. Karena saya selalu berada di belakang motor pertama, penerangan jalan ‘cuma’ lampu motor yang pertama saja. Harusnya saya di belakang 2 – 3 motor supaya jalanan terlihat lebih terang. Tapi alhamdulillah semua berjalan lancar.
Oiya, ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi saya yang selama ini dikenal sebagai anak rumahan (((((anak-rumahan))))), hehehe. Dan waktu saya cerita ke teman saya, dia komen, “sok berpikir positif banget diri looo, udah jatuh aja masih sok mikir ‘jatuh di bawah keindahan malam,'” hahaha. Berasa pengen saya getok itu teman saya, hahaha.
Ha ha ha sempat sempat nya ya ingat cerita topeng kaca ya pas jatuh dari motor. Saya juga ngefans banget sama topeng kaca mba
iyaa, saya juga heraan, hahaha. Ngga tau kocak apa dudul itu yaa…
Topeng kaca sekarang ga jelas yaa…hehe
Terlepas dari cerita jatuh dari motor, tapi itu suasananya emang indah banget sih
di kampung saya aja udah jarang sawah & rumah kayu begitu
Kalau pulang kampung udah berasa kaya ga pulang kampung, rumahnya udah tembok & sawah2 banyak yg udah jadi bangunan, jadi ga sejuk lagi malah ga beda jauh sama udara di kota