Saya lagi jalan ke Bukittinggi bersama teman saya, pake motor. Ngga cuma ke Bukittinggi sih, tapi sudah ke Batusangka juga, mampir dan ‘ngepasar’ di Pasar Milenial Van der Capellen. Dari Pasar Van der Capellen Batusangka kami lanjut jalan ke Bukittinggi via Baso. Untuk pertama kalinya saya dan teman saya jalan ke Bukittinggi via Batusangka. Lumayan, nambah pengalaman nyari rute baru.
Kami main ke Taruko Tabiang Takuruang, lalu ke Koto Gadang yang berada di atas Ngarai Sianok. Koto Gadang ini merupakan desa yang dikenal sebagai nagari atau desa yang banyak melahirkan tokoh nasional. Tokoh nasional yang berasal dari Koto Gadang adalahi Agus Salim, Sutan Syahrir, Siti Rohana Kudus, Khairil Anwar dan lain-lainnya. Ceritanya ada di sini.
Dari Koto Gadang kami menyempatkan main ke jembatan Guguk Tinggi – Guguk Randah. Sekalian sudah berada di Koto Gadang makanya kami jalan ke sana. Saya penasaran dengan jembatan gantung ini. Makanya, kebtulan sudah berada di Koto Gadang, sudah berada dekat dengan jembatan gantung tersebut. Karena Nagari Koto Gadang bersebelahan dengan nagari Guguak Tinggi dan Guguak Randah.
Saya pernah lihat di FB tentang jembatan gantung Guguak Tinggi Guguak Randah ini. Tapi saya yakin, beberapa foto yang dinyatakan sebagai foto jembatan gantung Guguk Tinggi Guguak Randah bukan foto jembatan tersebut. Saya yakin beberapa foto tersebut adalah foto Jembatan Gantung Situ Gunung yang sekarang juga lagi ngehit, yang berada di Bogor.
Setibanya di sana, apa yang sudah saya prediksi sangat benar. Bahwa poto-poto jembatan gantung yang keren yang ‘beredar’ di sosmed tersebut bukanlah foto jembatan Guguk Tinggi – Guguk Randah. Jauh banget beda penampakannya. Jembatannya sih bagus, baru dan terlihat kuat karena jembatan tersebut memang masih baru ya.
Tapi yang jelas penggambaran tentang jembatan gantung di sosmed sangat jauh beda dengan kenyataannya hahaha. Kalau di gambar atau foto, Jembatan Gantungnya terlihat sangat panjang, dengan hutan lebat di sisi kiri dan kanannya. Sementara di Jembatan gantuang guguak ini terlihat jauh lebih pendek dibanding di foto. Dan area jembatan tidak jauh dari sawah. Jadi bagaimana bisa jembatan gantung yang dikiri kanannya hutan bisa sama dengan jembatan gantung yang ada sawah di dekatnya?
Trus, konstruksi bangunan jembatan di Guguak Randah dan Guguak Tinggi ini adalah konstruksi baja. Palang yang melintang dari pangkal sampai ke ujung adalah konstruksi dasar baja bukan konstruksi ala-ala jembatan gantung. Jadi kurang tepat juga disebut dengan jembatan gantung, hehehe.
Lokasi jembatan gantung Guguak ini berada di atas sungai atau jurang yang saya perkirakan bagian dari Ngarai Sianok, atau terhubung ke Ngarai Sianok. Karena tebing si kedua sisi jurang tegak lurus ke arah bawah. Kedua ujung jembatan merupakan area rumpun-rumpun bambu (kalau ngga salah ya).
Jembatan ini cukup jauh sepi dan juga dari rumah penduduk. Ada satu dua rumah yang cukup dekat tapi secara umum jauh dari rumah penduduk. Saat kami di sana hanya ada 3 – 4 orang selain saya dan teman saya. Kalau saja tidak ada orang lain lagi selain kami, percayalah kami bakal langsung belok kanan grak tanpa berhenti di sana, hehehe.

[…] bagus yang terdapat di Bukittinggi. Di FB tersebut jembatan tersebut tampak luar biasa. Namanya Jembatan Gantung Guguk Tinggi Guguak Randah yang menghubungkan Nagri Guguk Tinggi dan Nagari Guguk Randah. Apalagi gambar yang difoto dari atas […]
[…] Sawah di Jembatan Gantung Guguak Tinggi Guguak Randah […]
[…] dari sana kami lanjut lagi jalan ke Nagari Guguk, tetangga sebelah Nagari Koto Gadang. Kami mau ke jembatan gantung terpanjang di Sumatera Barat yang menghubungkan Nagari Guguak Tinggi dan Guguak Randah. Katanya jembatan gantung ini fenomenal […]
Biasanyo nan urang minang seperti itu ; mereka yang malas baca apalagi berfikir.
Orang seperti ini biasanya selalu menyebutkan kehebatan generasi minang awal abad 20 seperti Agus Salim, Sjahrir, Hatta, Hamka dan lainnya untuk membanggakan budaya matriakat minang, padahal tokoh tersebut sebagian besar pengkrtitik adat matriakat minang.
Orang Minang sekarang hidup dalam kebanggan masa lalu, sementara kit hidup untuk masa depan
Tokoh-tokoh yang telah mengharumkan nama Minang ini sosok-sosok kosmopolitan, egaliter, terbuka sekaligus kritis terhadap hal-hal yang datang dari luar. Bukan generasi seperti kita ini yang mengosok-gosok masa silam untuk dibangga-banggakan.
Seandainya Tokoh-tokoh ‘ingkar’ adat ini masih hidup, mereka akan mentertawakan ide Daerah Istimewa Minangkabau yang sedang ramai diperbincangkan.
Kadang2 kalau liat kondisi sekarangang saya setuju Sumbar jadi DIM… hehehe