Jalan ke Pasar Milenial Van Der Capellen Batusangka, Sumatera Barat

Akhirnya saya dan sahabat saya LK jalan juga ke Pasar Milenial Benteng Van Der Capellen di Batusangka. Hanya saja dari semula rencana jam 7 akhirnya saya tiba di rumah LK jam setengah 8. Bukan karena saya ngaret ya. LK memang maunya kami jalan jam setengah 7. Tapi saya ngga bisa, soalnya saya musti beberes dulu baru bisa jalan. Dan musti nunggu motor dulu, karena biasanya ayah dan ibu saya hari minggu pulang mesjid jam 7an. Mereka senam bareng dulu di mesjid.

Saya bilang saya bisanya jam setengah 8. LK minta jam 7, tapi saya bilang ngga bisa janji jam 7 tapi akan saya usahakan kalau ayah saya pulang cepat dari mesjid. Dan ternyata saya baru tiba di rumahnya jam tujuh lewat, hampir setengah 8. LK keliatan sewot banget. Dia naik motor tanpa ngomong. Di atas motor dalam perjalanan pun juga diam. Kalau saya ajak ngobrol dia jawab sekenanya. Intinya kalau ngga saya tanya, atau ngga saya ajak ngobrol, ngga ada pembicaraan di antara kami.

Saya sebenarnya kesal dengan sikapnya. Kita niatnya kan jalan bareng tapi kenapa dia pakai ngambek-ngambekan segala, ngga mau diajak ngobrol. Di atas motor yang sama lagi,kan. Dia tau karakter saya bahwa saya kalau bawa motor jarak jauh musti ngobrol, ngga bisa diam aja. Karena saya merasa saya lebih fokus mengendarai jika ngobrol. Laaaah ini saya sengaja ia diamkan, padahal dia tau saya musti ngobrol .

Ya sudahlah, dia marah dan ngambek sama saya gara-gara saya telat menurutnya. Dan karena dia ngga diajak bicara, saya musti memperkencang laju motor saya, supaya saya lebih fokus mengendarai motor. Kalau cuma 30 – 35 km/jam saya ngga bisa fokus, hahaha. Tapi kalau rata-rata 45 – 50 km saya bisa lebih fokus mengendarai motor. Aneh yaa… tapi gitulah adat saya, bengong saat kecepatan di bawah 40km kalau ngga ada teman, hehehe. Saya juga heran kenapa bisa begitu.

LK hanya diam saya memperkencang laju motor saya. Biasanya jika lebih dari 35 km/jam apalagi sampai 40 km/jam dia langsung menegur saya. Ini nggak, dia ngga menegur saya. Dia tetap diam, cuek dan membiarkan saya membawa motor dengan kecepatan 50 km/jam. Bahkan kadang-kadang lebih dari 50 km/jam. Dia benar-benar memperlihatkan kemarahannya sama saya.

Akhirnya saya berhenti di daerah Kacang, saya menelpon teman saya supaya mau ngobrol sama saya di telpon. Tapi ndilalahnya, teman yang saya hubungi tidak bisa diajak ngobrol. Saya lanjut lagi jalan menuju Ombilin. Selepas jembatan Ombilin saya berhenti lagi nelpon teman saya yang lain, buat diajak ngobrol juga. Eh dia juga ngga bisa karena jalan juga. Waaddduuuuuh, gimana cerita ini dah, wkwkwkwk.

LK yang tau saya menghubungi teman saya buat ngobrol, tapi dia mah cuek aja. Dia ngga peduli. Dia (sepertinya) asyik saja dengan hapenya. Akhirnya kami lanjut lagi jalan tanpa ngobrol sama sekali. Bayangkan tanpa ngobrol sepanjang jalan sejauh 50 km. Benar-benar bikin saya capek, hahaha. Kasian banget kan gue, hehehe.

Akhirnya seperti kebiasaan saya kalau lagi berkendaraan senderian, saya jadi rajin dzikir, hahaha. Bersuara loh. Apa aja dzikir yang saya ingat saya ucapkankan sebagai ‘ganti ngobrol.’ Kadang saya bersenandung juga. Biasanya senandung lagu india yang saya tau, hahaha. Yang penting saya mengeluarkan suara, bersikap seolah saya lagi ngobrol biar saya fokus berkendaraan. Teman saya mah sepertinya ngga peduli dengan apa yang saya lakukan, dia diam saja. Mungkin dalam hatinya ngomong, ‘syukurin lo, hahaha.’

Sampai akhirnya kami tiba di Pasar Van Der Capellen, dia tetap ngambekan, ngga mau bicara. Bayangkan, dari Solok ke Batusangka, saya mengendarai dalam diam ‘hanya’ karena teman perjalanan ngambek. Tapi saya anggap ini pembelajaran saja buat saya, bahwa saya bisa mengendarai motor tanpa harus ngobrol meski terasa berat buat saya, hahaha.

Tapi memang sih ya, pertemanan itu memang selalu diiuji dan teruji kapan dan dimana saja. Entah itu karena masalah yang besar atau juga karenahal yang seoele banget. Meski kadang-kadang sebenarnya ada hal-hal yang seharusnya bisa kita abaikan tapi tetap kita jadikan sebagai masalah. Ada pula hal-hal yang sebetulnya tidak perlu kita ributkan kalau kita sama-sama mau bersikap dewasa dalam memandang masalah tersebut. Atau tidak seharusnya kita memperbesar masalah yang sebetulnya bukan masalah yang besar.

Tapi balik lagi aja kita berpikir bahwa yang namanya hidup selalu saja ada permasalahan yang kita hadapi. Termasuk dalam pertemanan. Apapun masalah yang dalam pertemanan tersebut, kita anggap saja sebagai riak-riak gelombang dalam persahabatan yang akan memperkuat tali persahabatan tersebut. Meskipun rik-riak gelombangnya sering yang pentiiing persahabatan kita bisa menghadang laksana karang di pantai yang selalu dihajar gelombang air laut, hehehe.

 

Advertisement

2 comments

  1. […] Teman jalan saya LK, sempat marah atau ngambekan. Dia maunya kami jalan jam setengah 7, tapi saya ngga bisa. Bisanya jam setengah 8. Dia minta jam 7, saya bilang, saya usahain. Tapi akhirnya saya baru bisa tiba di rumahnya menjelang setengah 8. Muntab dia, ngambek. Sepanjang jalan dia ngga ngomong sama sekali sama saya. Kami diam-diaman aja di atas motor sepanjang jalan, 2 jam perjalanan. Ya Allah…. gitu amaaat teman gue, gue berasa jadi tukang ojek aja dah, hahaha. Ceritanya di sini. […]

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s