
Di Ranah Minang terdapat beberapa kerajaan kecil yang menginduk kepada kerajaan Pagaruyuang di Batusangka, Sumatera Barat. Salah satu kerajaan kecil tersebut adalah Daulat Yang Dipertuan Tuanku Bagindo, Raja Adat Alam Surambi Sungai Pagu. Biasanya disingkat dengan Daulat Tuanku Rajo Bagindo. Untuk mempermudah disebut saja Istano Rajo Balun yang berada di Solok Selatan. Istano atau Istana Kerajaan Balun ini merupakan Istana Raja Adat.
Dalam sistem kekuasaan di Minangkabau, ada tiga sistem raja atau kekuasaan. Pertama adalah Raja Adat, raja yang mengurus soal adat-adat dan hukum-hukum adat di Ranah Minangkabau. Yang kedua adalah Raja Ibadat, raja yang mengurus soal hukum-hukum agama di Minangkabau. Dan terakhir adalah Raja Alam, raja yang mengatur kekuasaan atas wilayah-wilayah hukum Minangkabau. Istana Rajo Balun ini adalah Istana Raja Adat di wilayah Sungai Pagu, Ranah Minangkabau.
Istana Daulat Tuanku Rajo Bagindo Balun ini berada di Nagari Balun, di pinggir jalan raya Padang – Muaro Labuh, di sebelah kanan jalan dari arah Padang. Posisi persisnya tidak jauh dari gerbang besar batas Nagari Balun. Kira-kira 100 meter dari gerbang tapal batas Nagari Balun dari arah Padang/Solok. Dan berjarak sekitar 125 km dari Kota Padang atau Kota Solok.
Saya berkunjung ke Istana Daulat Yang Dipertuan Tuanku Bagindo ini awal Juli yang lalu saat saya dan orang sahabat saya jalan-jalan ke Solok Selatan dan pendakian Danau Gunung Tujuh, Kerinci. Istana ini adalah destinasi pertama kami, karena kami tidak jadi berhenti di kebun teh Alahan Panjang dan Mesjid Ummi, di pinggir Danau Diateh, Alahan Panjang, Solok.
Saya benar-benar memastikan banget keberadaan lokasi istana ini begitu sudah mau memasuki Nagari Balun. Karena saya benar-benar sudah lama menginginkan berkunjung ke sini. Jadi sayang aja ngga jadi mampir ke Istana Balun hanya karena ngga liat posisi istananya, trus kelewatan. Soalnya kalau mampir pas balik ke Solok dari arah Kerinci, ngga bisa juga karena kami bakal tengah malam tiba di sini.
Istana ini tidak besar sebagaimana halnya Istana Basa Pagaruyuang di Pagaruyuang, Batusangka. Ukuran Istana Balun ini hanya seperti umumnya rumah gadang biasa saja. Bahkan kalau tidak ada plang atau papan nama di depan rumah gadang ini, orang-orang tidak akan tau rumah tersebut adalah istana situs cagar budaya. Di dalam istana sedikit terlihat suasana seperti istana. Ada anjuang (anjungan), lantai yang lebih tinggi yang berada di kedua ujung rumah atau istana.
Ruangan istana diberi meja rendah memanjang untuk para tamu adat makan bersama. Biasanya, untuk acara adat di minangkabau, makanan dihidangkan di lantai. Tapi mungkin karena banyak tamu-tamu resmi yang datang, mungkin mereka terlihat lebih lebih susah menikmati makanan yang tersedia. makanya, maka pihak keluarga memberi meja pada lantai tersebut, mungkin loh yaaa… 🙂
Di dinding rumah terdapat beberapa dokumen istana yang ditulis dalam bahasa Arab (atau Arab Melayu?). Juga beberapa foto raja yang berdaulat dan puti kerajaan. Raja yang sekarang adalah raja yang 16 dari keturunan raja pertama yang memerintah di kerajaan Balun ini. Meskipun sekarang sudah tidak ada lagi sistem kerajaan di Indonesia. Peran raja, seperti banyak kerajaan lain di Indonesia hanyalah bersifat simbolik saja, sebagai lambang dalam sistem adat tradisional masyarakat. Mereka masih memimpin secara adat, meski tak lagi menjadi pemimpin secara administrasi negara.
Kami bertemu dengan Ibu Ros Dewi Balun yang merupakan seorang puti (putri, anak perempuan bangsawan) di Balun tersebut. Ia sempat bercerita sedikit tentang sejarah awal berdirinya Balun ini. Bahwa, raja pertama Balun ini berasal dari pembesar Kerajaan Pagaruyung yang bermigrasi ke arah selatan Pagaruyuang. Pembesar-pembesar tersebut ada yang berhenti di suatu tempat dan tinggal di daerah tersebut. Sperti halnya di Solok, ada 13 orang yang tinggal dan menetap di sana.
Istana Rajo Balun ini sempat dibakar oleh penjajah kolonial Belanda karena dianggap sebagai tempat atau basis perjuangan rakyat melawan pemerintahan kompeni Belanda. Tujuan Belanda membakar istana ini adalah untuk meruntuhkan semangat juang masyarakat yang hendak melawan pada penjajah belanda. Tapi istana ini bisa diselamatkan karena konon katanya istana ini dilindungi oleh penjaga tak kasat mata yang disebut ‘inyiak.’ Entah benar atau ngga, allahu ‘alam.
Saya dan Linda sahabat saya tidak lama berada di sini. Mungkin hanya sekitar 15 – 20-an , menit saja. Yang jelas ngga sampai setengah jam. Yang penting saya sudah tiba di sini, dan bertemu pula dengan Puti Istana Balun ini. Selepas dari Istana Balun ini, kami melanjutkan perjalanan ke Mesjid Tuo Kurang Aso 60, Nagari Pasir Talang, dan Nagari Saribu Rumah Gadang, Koto Baru, Sungai pagu, Solok Selatan.
Wahh kami baru tahu penampakan dalam istananya seperti ini. Sayang sekali rasanya tiap tahun kami ke Balun tapi tak pernah masih ke dalam istana ini
Saya juga baru kali pertama ke sana. Dan ke arah Muaro Labuh sana juga baru yang ke 3 kalinya.
Waaaah, orang sana ya…. silahkan mampir ke sana…
[…] kami mampir di sebuah rumah gadang yang dulunya merupakan Istana Rajo Balun Sungai Pagu, sebuah istana kerajaan kecil yang menginduk kepada Kerajaan Pagaruyuang, yang berada di Nagari […]
[…] bagi yang mau jalan-jalan ke Saribu Rumah Gadang jangan lupa jalan-jalan juga ke Rumah Gadang Istano Rajo Balun, Rajo Adat Alam Surambi Sungai Pagu yang berada di Nagari Balun. Dan juga sekalian ke Mesjid Tuo 60 […]
[…] bagi yang mau jalan-jalan ke Saribu Rumah Gadang jangan lupa jalan-jalan juga ke Rumah Gadang Istano Rajo Balun, Rajo Adat Alam Surambi Sungai Pagu yang berada di Nagari Balun. Dan juga sekalian ke Mesjid Tuo 60 […]
[…] Budaya Nagari Saribu Rumah Gadang di Kotobaru, Solok Selatan. Sebelumnya kami juga berkunjung ke Istano Rajo Adat Alam Surambi Sungai Pagu di Balun dan juga ke Mesjid Kurang Aso 60 di Pasir Talang, sebuah mesjid tuo minang di Solok Selatan. Kami […]