Mesjid Tuo Kurang Aso 60, Pasir Talang, Sungai Pagu, Solok Selatan, Sumatera Barat

Sumatera Barat termasuk daerah yang kaya dengan mesjid tua. Di blog saya ini sudah banyak postingan tentang mesjid tua yang ada di Sumatera Barat. Di daerah Solok ada Mesjid Tuo Kayu Jao, Gunung Talang. Sementara di Tanah Datar ada Mesjid Tuo Lubuk Bauk, Batipuh dan Mesjid Tuo Al Ishlah Pariangan, Tanah Datar. Di Solok Selatan, ada mesjid tuo yang dikenal dengan Mesjid Tuo Kurang Aso 60.

Mesjid Tuo Kurang Aso 60 ini berada di Nagari Pasir Talang, Kec. Sungai Pagu, Solok Selatan. Mesjid ini berada tidak jauh, kira-kira 100 m dari Istano daulat Yang Dipertuan Bagindo Tuanku Rajo Disembah, salah satu rajo alam di Sungai Pagu yang menginduk pada Kerajaan Pagaruyung, Raja Alam Minangkabau. Mesjid Kurang Aso 60 ini berada persis di sebelah Mesjid Raya Alam Surambi Sungai Pagu, mesjid yang berfungsi sebagai pengganti Mesjid Kurang 60 ini.

Saya berkunjung ke mesjid ini awal Juli lalu, saat saya dan tiga sahabat saya plus adik saya jalan-jalan ke Solok Selatan dan Danau Gunung Tujuh, Kerinci. Saya sebenarnya sudah lama ingin berkunjung ke mesjid ini sejak saya tau cerita tentang mesjid ini beberapa tahun yang lalu. Dan alhamdulillah, saya akhirnya jadi juga jalan-jalan ke mesjid ini, bersama sahabat-sahabat saya.

Mesjid Kurang Aso 60 sering juga disebut Mesjid 60 Kurang Aso. Namanya terdengar cukup unik, seperti beberapa nama mesjid tuo di Sumatera Barat yang tidak menggunakan nama-nama berbau bahasa Arab seperti Mesjid Tuo Kayu Jao di Solok, Mesjid Tuo Lubuk Bauk, Batipuh Tanah Datar. Atau juga Surau Latieh, sebuah surau tuo yang juga terdapat di Solok.

 

Sejarah dan Filosofi Mesjid Kurang Aso 60

Mesjid kurang Aso 60 atau 60 Kurang Aso, artinya adalah Mesjid 60 (tiang) kurang satu (tiang). Maksudnya adalah tiang mesjid tersebut hanya 59, bukan 60 seperti rencana awalnya yang 60 tiang. Namanya tidak saja unik tetapi juga terdengar lucu bagi yang pertama kali mendengar atau melihatnya, termasuk saya pada awalnya. Karena saya tidak tau arti Aso dalam bahasa Minang.

Menurut cerita yang beredar, duluuuu ketika mesjid ini hendak dibangun sekitar tahun 1700-an, 60 orang alim pergi ke bukit untuk mengambil kayu di hutan yang akan dijadikan tiang mesjid. Tapi dalam perjalanan pulang membawa kayu hutan ke Pasir Talang, salah seorang orang alim ini meninggal dunia. Orang alim yang meninggal ini kemudian dikuburkan oleh ke-59 alim lainnya di daerah tempat ia meninggal.

Karena ada satu orang yang meninggal, kayu yang akan dibawa ke Pasir Talang juga berkurang. Hanya ada 59 orang alim yang membawa 59 pohon untuk tiang-tiang mesjid ini, tidak lagi 60 tiang seperti rencana awal. Makanya tidak heran, susunan kayu-kayu tiang yang menyangga dinding mesjid ini terlihat ada yang tidak simetris dengan tiang dinding yang ada di seberangnya.

Lantai papan di lantai dua sepertinya bukan lantai asli, tapi

Akan tetapi meskipun tiang atau tonggak yang jadinya ‘hanya’ 59, jumlah ini ternyata juga mempunyai filosofi. Tonggak 59 jadi melambangkan jumlah datuak atau yang ada pada tiap suku terdapat di dalam nagari-nagari di Alam Surambi Sungai Pagu, yakni.

  1. Induak atau Datuk Suku Malayu Ampek Nyinyiek berjumlah 17 orang.
  2. Induak atau Datuak Suku Panai berjumlah 3 Orang.
  3. Induak atau Datuak Suku Lareh Bakapanjangan berjumlah 15
  4. Induak atau Datuak Suku Kampai 24 orang.

Mesjid ini berukuran 17 m x 17 m, berbentuk persegi. Ukuran mesjid melambangkan jumlah rakaat shalat wajib yang dilakukan oleh umat muslim. Atapnya sama seperti kebanyakan atap mesjid tua lainnya di Sumatera Barat terdiri dari tiga undakan. Jumlah lantai mesjid ini ada tiga. Lantai utama yang ukurannya 17 m x 17 m. Lantai dua, ukurannya lebih kecil dari lantai satu, mengikuti luas ruang di bawah atap yang berbentuk bangun limas. Begitu juga lantai tiga yang ukurannya jauh lebih kecil lagi dibandingkan lantai tingkat dua.

Bagian tengah-tengah mesjid disangga oleh 25 tiang. 5 baris berjejer ke sisi kiri kanan (kita menghadap arah kiblat), dan 5 baris berjejer ke belakang. Saya perhatikan, jarak antar tiang di tengah bangunan mesjid ini sama, sehingga bangunan mesjid membentuk bangun datar persegi. Ada satu tiang yang terdapat di tengah-tengah bangunan yang menjadi tiang utama mesjid, yang disebut dengan tiang atau tonggak Macu. Tiang Macu ini ukurannya 2 kali ukuran tonggak atau tiang lainnya, yang besar diameternya melebihi pelukan orang dewasa.

Keunikan Mesjid Kurang Aso 60

Ada yang unik dari tiang Macu ini tentang diameternya yang besar. Yakni, konon katanya bagi siapa saja orang yang ketika memeluk tiang macu ini dengan tepat, dimana masing-masing jari-jari kiri bertemu dengan jari-jari kanan, sambil berdoa menyebutkan keinginannya, maka keinginannya akan terkabul.

Saya anggap ini hanya ‘garah’ atau candaan saja karena masyarakat di sana juga pasti tau kalau mempercayai hal tersebut sudah masuk kepada syirik, apalagi ini dilakukan mesjid pula. Secara logis saja orang yang badannya tidak tinggi, tinggi yang kurang dari 160 cm (dengan lingkar pelukan yang 160 juga) tentu saja akan susah memeluk tiang ini. Sementara orang yang tinggi badannya diatas 165 cm, yang mempunyai lingkar pelukan 165 cm juga, akan besar kemungkinan bisa memeluk tiang ini.

Begitu juga dengan jumlah tiang Mesjid Kurang Aso 60 ini. Meskipun jumlahnya 59, sangat sering orang-orang ‘salah’ menghitung jumlah semua tiang ini. Kebanyakan orang selalu menghitung dengan jumlah yang kurang dari 59. Ada juga yang lebih dari 60, 61 misalnya. Dan kalau ada yang bisa menghitung 60 pas, maka konon kabarnya keinginan atau impiannya akan terwujud, hehehe *saya tepok jidat aja.

Kondisi Terkini Mesjid Kurang Aso 60

Tiang-tiang yang menyangga yang terdapat di lantai satu mesjid Kurang Aso 60 ini tampak sangat kuat meski ada yang sudah mulai keropos, sehingga ditambah atau ‘ditambal’ dengan kayu-kayu baru. Kata bapak yang menemani kami masuk, saking kuatnya kayu-kayu asli mesjid ini, sangat susah untuk dipaku. Kayu yang asli brwarna coklat tua, kehitaman. Permukaan kayu juga terlihat tidak terlalu halus. Sementara kayu-kayu baru yang digunakan berwarna coklat terang dan permukaannya halus.

Pada beberapa bagian mesjid, terlihat kayu-kayu aslinya sudah diganti dengan kayu-kayu terbaru. Di lantai satu tidak banyak ‘tambalan’ kayu-kayu baru, tetapi di lantai dua mesjid ini terlihat sangat banyak. Kayu-kayu coklat terang tampak mendominasi di lantai dua, terutama di bagian pagar yang memagari pinggir lantai dua. Begitu juga sudut-sudut balok kayu memperlihatkan hasil pemotongan dan penghalusan modern.

Hanya saja sayangnya mesjid ini sudah tidak lagi digunakan oleh masyarakat di sana untuk shalat berjamaah ataupun pengajian. Mesjid ini hanya digunakan untuk shalat hari raya saja. Sebabnya adalah karena sudah ada bangunan mesjid yang baru yang berada tepat di sebelah mesjid tua tersebut. Mesjid baru tersebut berbahan tembok yang sehari-harinya digunakan masyarakat untuk shalat dan mengaji serta kegiatan keagamaan lainnya. Nama mesjidnya adalah, Mesjid Raya Alam Surambi Sungai Pagu.

Foto lama Mesjid Kurang Aso 60. Sumber : Tropemmuseum (internet)

 

 

Advertisement

5 comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s