Kota Sawahlunto adalah kota yang dikenal sebagai kota tambang batubara di Sumatera Barat. Kota ini berjarak sekitar 100 km dari kota Padang. Kota Sawahlunto berdiri dan tumbuh karena adanya deposit batubara yang sangat banyak di sana. Dulunya, daerah yang sekarang kita kenal dengan Sawahlunto hanyalah daerah rimba di pedalaman Minangkabau, di wilayah Silungkang.
Dulu banget, pertengahan abad 19, tahun 1858, salah seorang ahli geologi Belanda Ir. C. De Groot van Embden melakukan penelitian di daerah pinggir Batang Ombilin pada bagian daerah Sawahlunto sekarang. Kemudian pada tahun 1867, penelitian tersebut dilanjutkan oleh Ir. Willem Hendrik de Greve, yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa kawasan Batang Ombilin mempunyai kandungan batibara sekita 200 juta ton.
Dari hasil penelitian De Greve yang disampaikan pada pemerintah Hindia Belanda di Batavia, pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan penambangan di Batang Ombilin. Maka pada tahun 1870 pemerintah kumpeni Belanda mendirikan semua fasilitas yang diperlukan untuk penambangan. Termasuk juga membangun area sekitar pusat perkantoran pertambangan menjadi sebuah kota kecil. Kota kecil yang penduduknya adalah pegawai tambang, tentara kumpeni dan juga pekerja tambang.
Tahun 1885 untuk menunjang fasilitasi pengangkutan atau transportasi batubara, pemerintah kumpeni Belanda juga membangun rel kereta api dari Sawahlunto sampai ke Pelabuhan Emma Haven berada di Padang. Pelabuhan Emma Haven ini kemudian dikenal dengan nama Pelabuhan Teluk Bayur. Sebelumnya, hasil pertambangan batubara ini rencananya akan diangkut ke Jakarta menggunakan kapal dari Batang Ombilin menuju Sungai Siak terus ke pelabuhan di pantai timur sumatera. Tapi karena pengankutan ini sangat susah, pemerintah kumpeni Belanda mencari alternatif lain untuk mengangkut batubara dengan cara membangun rel kereta api.
Sebagai daerah tambang yang baru dibuka, pemerintah kumpeni Belanda juga membangun fasilitas-fasilitas penunjang, seperti dapur umum yang digunakan untuk memasak makanan yang dibutuhkan para pekerja tambang. Di sini dibangun dapur besar dengan peralatan-peralatan dapur yang besar. Dapur umum ini disebut dengan Gudang Ransum.
Pemerintah kumpeni Belanda menggunakan pekerja dari orang-orang narapidana yang didatangkan dari Pulau Jawa. Narapidana ini dijadikan pekerja paksa yang digaji dengan murah. Mereka tidak hanya dipaksa bekerja dengan gaji murah tetapi juga bekerja dengan kaki dirantai. Sehingga para pekerja ini disebut juga orang rantai.
Orang Rantai ini bekerja tidak hanya kakinya dirantai bahkan pada saat bekerja, mereka bahkan tidak dipanggil dengan nama mereka sendiri. Mereka dipanggil berdasarkan nomor. Bahkan sampai mereka meninggal pun mereka tetap tidak menggunakan nama. Sehingga batu nisan mereka pun yang tertera adalah nomor orang rantai yang meninggal, bukan nama mereka. Sedih ya…
Saat ini, kota kecil Sawahlunto meninggalkan jejak sebagi kota tambang yang layak dijadikan sebagai kota wisata sejarah. Banyak peninggalan bersejarah yang masih tersisa di sana. Gedung pusat perkantoran yang didirikn oleh kumpeni belanda masih berdiri tegak menjadi saksi sejarah berdirinya kota Sawahlunto.
Stasiun kereta api Sawahlunto yang sekarang terlihat berdiri dalam kesunyian dijadikan museum kereta api. Juga dapur umum yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan para pekerja tambang masih berdiri kokoh, lengkap dengan peralatan dapurnya yang besar-besar. Dan tak ketinggalan, terowongan-terowongan yang menjadi saksi bisu derita para pekerja tambang batubara.

Sebagian besar penduduk Sawahlunto adalah keluarga karyawan/pekerja Tambang Batubara Ombilin (kemudian melebur menjadi PT. Bukit Asam. Sekarang, tambang Batubara Sawahlunto sudah berhenti beroperasi sehingga kebanyakan yang bukan masyrakat asli sana, pun pindah ke kota lainnya. Kota Sawahlunto tidak lagi ramai seperti sewaktu penambangan masih aktif . Sawahlunto menjadi lengang bersama dengan jejek peninggalan masa lalu yang pernah gemilang.
Oiya, di Sawahlunto juga terdapat makam pahlawan bangsa, Bapak MuhammadYamin. Beliau adalah perumus naskah ikrar Sumpah Pemuda. Beliau juga salah satu perumus dasar egara Pancasila pada sidang BPUPKI di Jakarta, sebelum kemerdekaan Indonesia. Jasanya sungguh besar bagi bangsa Indonesia. makan Muhammad Yamin berada di kampung halamannya, Talawi, sekitar 12 km pusat kota Sawahlunto.
Jadi bagi kamu yang menyukai wisata sejarah, Kota Sawahlunto sangat layak dijadikan destinasimu karena di sini sangat banyak yang bisa dikunjungi. ya…:)



Seingat saya, saya udah 2x ke sawahlunto tp gak pernah bosan mau kesana lagi, pengen ke museum tari, museum seni rupa sama museum musik …
Waaaah, kereen Mas Djangki…udah 2 x ke sana. Aku mah orang sini baru 3 kali, heheh *malu…
Aku membayangkan wisata sejarah di sawahlunto bisa malaka… Karena malaka (dan juga penang) mengandal wisata sejarah…dan mereka sukses…
tetap lebih banyak Uni dong hehehe… 3x… masih banyak yg belum saya eksplore mendalam dr kota ini, ohya..pengen ke lubang panjang juga, kuburan belanda satu2nya yg tersisa di sumbar…
hahaha 1x doang… dengan jarak cuma 35 km? wkwkw…
padahal ke bukittinggi batusangkar padang panjang sering pake motor doang… 😛
Kuburan Belanda kalau ga salah di padang jg ada deh
makam belanda kalo di padang dimana uni? makam belanda yg saya pernah datangi di pulau cingkuak painan itu aja hehe.. yg di sawahlunto belum
wisata sejarah belum jadi pengembangan prioritas pemerintah kita sih uni, dari 10 destinasi unggulan (10 bali baru) yg murni wisata sejarah cuma borobudur, selebihnya wisata alam semua
Kalau yang di pulau Cingkuak, itu makam portugis kalau ga salah ya… yg satu doang kaan?
Waaah,Mas Djangki sudah ke pulau cingkuak juga ya…
Harusnya wisata sejarah juga diangkat dan disosialisasikan… Karena itu daya tarik bagi wisatawan asing…
Kalau liat malaka dan penang bener bikin ngiler saya sebagai penyuka wisata sejarah…
iya uni, alhamdulillah sudah… wisata sejarah yg berdiri sendiri emang belum terlalu byk peminat yah, beda sama bukittinggi yg wisata alam belanja kuliner sejarah bisa dilalui dalam satu hari saja…
tp saya punya keyakinan, semakin byk orang menulis ttg wisata sejarah, meski agak lambat, akan makin banyak yg peduli ttg sejarah kita kok
Iyaa… semoga postingan saya juga dibaca orang2 dan bermanfaat buat mereka, aamiin,haha
Aku juga ga tau persis dimana. Tapi pernah saya dengar beberapa waktu yg lalu ada…
kalo yg makam individu, bukan kompleks pemakaman katanya di pulau pisang uni
Aku punya fotonya yg di pulau cingkuak… dekat tembok benteng portugis…
yg di pulau pisang malah blm tau aku, hahaha
barusan saya baca2 lagi, udah dirubuhin makam yg di pulau pisang gadang, tp ada makam lain di sipora (mentawai) dan pulau pandan uni
http://www.jurnalistravel.com/peninggalan-era-kolonial-pulau-pulau-kecil-terabaikan/3/
aku kebetulan ufah explore beberapa museumnya un. yg gudang ransum keknya belom sempet. mayan tiket masuknya murah
masuk ke lubang mbah suro juga. agak mengerikan ya ada di dalam tanah 😀
cobain ke kebun binatangnya juga un. rada lengang makanya asyik, sayang koleksi satwanya terbatas
Gudang ransum asyikMai…Kereeen dapurnya..
Lubang Mbah Suro emang agak serem yaa walaupun panjangnya cuma 20- 25 m yg dikasih liat…
kebun binatang kandi? udah k sana… 😛
aduh aku pengen banget ke Sawahlunto ini, jadi semakin ingin setelah baca postingan ini. Mudah-mudahan ada kesempatan di tengah harga tiket pesawat domestik yang semakin menggila ini
muter keKL dulu…biar dapat yg jauh lebih murah, hehehe…
[…] batubara Ombilin yang ada di daerah Sawahlunto merupakan tambang batubara peninggalan penjajahan kumpeni belanda. Tambang batubara ini berproduksi […]
[…] ke Museum Gudang Ransum, dapur umum Tambang Batubara Ombilin pada masa kumpeni Belanda di Kota Sawahlunto, Sumatera barat. Jadi, waktu saya (dan adik saya) tiba di Museum Gudang Ransum, di sana ngga ada […]