Suatu ketika, sahabat saya Linda mengajak saya jalan ke Lembah Harau, Payakumbuh. Tepatnya di Kabupaten Limapuluh Kota sih. Saya sih oke aja. Orang kebetulan otak saya lagi mumet met met banget, jadi jalan-jalan adalah obat, hehehe.
Untuk menuju Payokumbuah dari Solok, dekatnya sih lewat Kota Batusangka. Dulu kami pernah juga ke Padang Mangateh, Payokumbuah berdua naik dengan motor. Saat itu kami melewati Sungai Tarab – Tanjuang Alam. Kali ini saya tawarkan Linda untuk ke Payakumbuah lewat Lintau. Agak lebih jauh sebenarnya tapi saya ngga tau seberapa jauh, karena Batusangka – Lintau aja berjarak 28 – 30 km. Tapi Linda sih oke-oke aja, secara saya yang bawa motornya, hehehe.
Maka kami pun cuuuuuus ke Batusangka trus ke Lintau. Daaaan ternyata, jalan raya Batusangka – Lintau ngga selebar jalan raya Batusangka – Piladang (Payakumbuah). Yaaah, maklumlah, ini jalan penghubung antar kabupaten/kota, alias jalan tingkat 3. Udah gitu jalannya berkelok-kelok serta berputar- putar lagi. Maksud saya berputar-putar adalah kadang-kadang bayangan tubuh kami (plus motor) berada di belakang kami, kadang-kadang berada di depan. Artinya jalanannya berbalik arah di sisi lain. Jadinya jalannya lebih jauh dan lebih panjang. Daaan tentunya juga terasa lebih lama…huufff.
Setelah menempuh perjalanan yang (terasa) puanjang banget akhirnya kami pun tiba di Pasar Lintau. Pasar Lintau ini rupanya berada di persimpangan jalan raya Payakumbuh – Sijunjung dan Batusangka – Lintau. Tapi oh tapi pemirsaaah, dari Lintau menuju Payakumbuh juga masih sangat jauuuuh, masih sekitar 35 km lagi. Oooh ya Rabbi, baru setengah perjalanan menuju Payakumbuh. Sementara kalau lewat Tanjuang Alam jarak totalnya cuma 45 km. Jadi kalau melewati jalan biasa di Tanjuang Alam udah mau nyampe Payakumbuah dong ya…. huaaaaaaa *nangis ala nobita, air mata tumpah ruah ke samping.
Artinya total perjalanan saya memgendarai sepeda motor sampai siang itu adalah 50 km + 30 km = 80 km. Masih 35 km lagi menuju Payokumbuah dan sekitar 10 km juga menuju Lembah Harau. Totalnya 45 km lagi menuju Lembah Harau. Dan total perjalanan menuju Lembah harau adalah 125 km, huaaaaaa *nangis kejer ala nibita lagi dong gue.
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Payokumbuah. Semangaaaat grak, hahaha. Selama perjalanan saya dan sahabat saya asyik-asyik aja bercerita ngolor ngidul sepanjang jalan. Mulai dari cerita-cerita kami yang dari jaman SMP yang kami sudah saling mendengarnya berkali-kali, sampai cerita-cerita lainnya yang juga kami sudah saling mendengarnya berkali-kali. Terutama cerita-cerita gita cinta masa remaja dong ya, hahaha. Walaupun udag sering dengar, emang kami bosan? Ya nggak laaah. Seru-seru aja maaah itu cerita, hehehe.

Serius ya, saya mikir saking jauhnya itu perjalanan menuju Payakumbuah saya sampe mikir gimana cara masyarakat antara Lintau Payakumbuah kalau mau ke Padang ya, atau kalau ke bandara gitu? Berapa jam coba? Ngebayanginnya aja saya udah capek duluan, hahaha. Laaaah saya kok jadi ngelantur kemana-mana sih…wkwkwkwkw. Butuh aqua saya ternyata, hehehe.
Sebenarnya sih, perjalanan saya ke Harau melewati Lintau ini sangat asyik dan menyenangkan.Karena di beberapa tempat kami menemukan banyak rumah gadang tuo di dalam perjalanan. Saya sebagai penyuka rumah gadang,menemukan rumah gadang adalah keindahan yang tak terungkapkan dengan kata-kata, hehehe. Setibanyadi Nagari Sungayang kalau tidak salah, buanyaakbanget rumah gadang yang kemudian membuat kami harus berhentiberkali-kali untuk mengabadikan rumah gadang tersebut dalam kamera saya.
Gilaaa, keren abis nagari Sungayang tersebut, rumah gadangnya banyak banget, padahal rumah gadang yang kami lihat tersebut hanyalah yang berada di pinggir jalan saja. Walaupun sangat disayangkan sangat banyak juga diantara rumah gadang tersebut menjadi rumah gadang yang lapuk dan tua karena tidak dihuni. Hiiikkss, sedih banget saya melihatnya. Tapi apa mau dikata ya, banyak rumah gadang yang sudah tidak dihuni lagi oleh pemiliknya.

Ketika dalam perjalanan menuju Payakumbuh setelah sekian lamaaaa, tiba-tiba saya merasa agak akrab dengan jalanan yang saya lewati. Saya merasa akrab dengan nama jalan tersebut. Daaan, cliiiing ternyata oh ternyata itu jalanan merupakan jalan raya Payakumbuh menuju Padang Mangateh. Jiaaah pantes. Kan saya pernah melewatinya dulu waktu ke Padang Mangateh. Artinya pusat kota Payakumbuah sudah dekat, alhamdulillah, hehehe.
Kami pun semakin semangat. Saya kemudian mengambil jalan pintas menuju Lembah Harau. Kami ngga melewati pusat kota tapi jalan raya alternatif, dan alhamdulillah jadi lebih cepat nyampe karena jalanannnya sepi dan lebar. Sekali lagi, alhamdulillah.
Tapi sayangnya, begitu kami tiba di kawasan Lembah Harau, baru tau kalau ternyata Lembah Harau sangaaaat ramai pada hari minggu. Jalanan kecil, pinggir-pinggir aspal banyak yang udah rontok. Mobil padat padat banget, apalagi di sana ada sekolah asrama yang terkenal di Sumatera Barat. Yooo weesssslah. Wassalam aja mah kalau gitu kondisinya. Masa ita untuk menuju Kampuang Sarasah yang jaraknya mungkin cuma 1 – 1,5 km dari persimpangan mesjid sampe hampir satu jam? Pokoknya lebih dari setengah jam lah. Harusnya kan cuma 5 menit doang?
Itu sudah sore booo, kami tiba di sana sekitar jam 5 kurang. Muter- muter bentar ternyata sudah jam setengah 6 ciiin. Hallaoow, perjalanan kami masih panjang. Kami pulangnya musti lewat Bukittinggi yang jaraknya lebih jauh lagi. Karena kalau lewat Batusangka (via Piladang – Tanjuang Alam) lagi ngga berani gue ciiin. Jalanannya sepiii banget. Siang aja sepi gimana malamnya. Ngga berani deh. Serem!

Kalau lewat Bukittinggi, kami masih akan menempuh perjalanan 50 – 55 km dulu menuju Bukittinggi. Plus Bukittinggi – Solok sekitar 75 km. Total sekitar 130 km lagi doooong. Itu artinya huaaaaa *nangis kejar lagi ala Nobita, ngebayangin capeknya pantat (maaf) saya.
Sodara- sodara setanah air semua yang saya cintai, ini aja ceritanya juga udah panjang bangeeet. Saya stop dulu ya. Soalnya kejadian berikutnya juga bakal panjang lagi dan lebih seru lagi ceritanya ceritanya. Salah satunya adalah kisah tragis hape saya yang berenang indah air hujan yang sangat deraaas, yang bikin rusak hape saya dan bikin saya ngga los komunikasi selama 3 bulan hahaha.
Oya sekadar info aja, kami tiba tengah malam, jam 12 an di Solok… Yeaaay, sukses bikin mak saya marah sama saya, hahaha.
selamat malam mbak, sy bary baca blog mbak firsty yg tentang sempoa, sy sgt terharu dgn apa yg mbak bahas disana. kebetulan anak sy hobby bgttt dengan sempoa . kiranya mbak bs bantu? bs minta nomor contact nya ga mbak? terima kasih sebelumnya
Selamat malam juga Mba…
Kalau saya boleh tau, Mba tinggal dimana? Tapi dimanapun Mba tinggal yang ada sempoa-nya, yang penting Mba masukin anaknya di Sempoa SIP.
Sempoa SIP bagus metode dan struktur pengajarannya. Para gurunya juga rajin diupgrading melalui teaher upgrading.
Kalau saya sendiri sekarang sudah ngga ngajar sempoa lagi. Kalau mau kontak saya bisa di email firsty.chrysant@gmail.com.
Semoga bisa membantu.
Terima kasih…
Pasti klenger tuh badan saking pegelnya naik motor sejauh itu, hehe…
Liat pemandangan dari sepeda motor rasa lebih nampol. Salut.
Bukan kelenger lagi…. klengeer klengeerr klengeer banaa, hehehe…
tapi senaaaang bana juga sih…
*sakarek ulasakarek baluik….
[…] gaes, kemaren-kemarenkan saya cerita panjang kali lebar kan ya, tentang saya yang jalan-jalan ke Lembah Harau tapi mutar dulu lewat Lintau, bukan lewat Tanjung Alam. Itu cerita udah panjang banget tapi baru setengah kisah yang saya […]
[…] Traveling dengan motor adalah salah satu traveling yang sangat menyenangkan. Jalan-jalan-jalan dengan motor memang terasa lebih melelahkan bila dibandingkan dengan kita jalan-jalan dengan kendaraan roda 4. Akan tetapi suasana dan sensasi yang saya rasakan jalan-jalan dengan motor sungguh beda. Lebih dekat dengan alam, lebih berasa berpetualang nya, lebih berasa juga suasana perjalanannya. Lebih asyik lah pokoknya. Sehingga hati lebih happy jadinya, ye kaaan… […]