Sebagai penyuka wisata budaya dan sejarah saya memasukkan Rumah Gadang Kampai Nan Panjang yang berada di Nagari Balimbiang, Rambatan, Batusangka, Tanah Datar Sumatera Barat sebagai destinasi jelong-jelong saya di Ranah Bundo Minangkabau. Setelah beberapa kali batal, akhirnya saya bisa jalan ke sana karena rencana awalnya sih, sahahat saya Linda ngajakin ke Nagari Tuo Pariangan, Batusangka. Tapi saya bilang ke dia supaya sekalian ke Rumah Gadang Kampai tersebut. Dia oke aja. Ya iyalah oke, secara yang pegang stang motor kan saya hehehe.
Kami berangkat sekitar jam 9 an dari Solok. Sejam kemudian kami tiba di Ombilin. Dari jembatan Ombilin (dari arah Solok), belok kanan ke arah Batusangka. Setelah kira-kira 7 – 8 km lagi, kita akan tiba di Nagari Balimbiang yang berada di pinggir jalan raya Solok – Batusangka. Pusat kenagarian tersebut tidak berada di pinggir jalan raya tersebut. Tapi masuk lagi belok kanan sejauh kira-kira 2 kilometer. Maka kita akan menemukan Rumah Gadang Kampai di kiri jalan nagari tersebut.
Tidak susah kok mencari Rumah Gadang Kampai tersebut, karena orang-orang yang ditanya semuanya pada mengetahui lokasi rumah gadang tersebut. Namanya juga bangunan adat yang usianya sudah ratusan tahun.

Rumah Gadang Kampai Balimbiang ini usianya sudah lebih dari 350 tahun atau malah sudah 400 tahun. Dari luar masih terlihat bagus dan kuat. Tetapi ketika kita sudah naik ke dalam rumah, kelihatan sekali rumah gadang tersebut sangat tidak terawat dengan baik. Untungnya, tiang-tiang rumah tersebut benar-benar memang kuat, jadi lantai yang rapuh masih bisa diperbaiki.
Kesan rumah gadang yang tidak terawat makin terlihat dengan adanya kasur tua yang terletak di bagian ujung rumah gadang. Kata bapak-bapak yang kebetulan berada di sana, itu kasur untuk warga yang menjaga rumah gadang tersebut yang menginap di sana. Di bagian pangka (pangkal) rumah gadang yang berada di bagian sayap kanan rumah, terdapat lemari yang berisi baju adat yang juga terlihat tidak terawat. Seriuuuss, saya sedih banget melihat bangunannya yang tidak terawat begitu.
Yang unik dari rumah gadang ini ada dua, yaitu : pintu kamar tidur dan dapur. Pintu kamar tidur rumah gadang tersebut tidak seperti pintu kamar pada umumnya. Jika pintu kamar umum tingginya 2 meter dari lantai, dan lebar sekitar 1 meter, pintu kamar rumah gadang ini tidak seperti itu. Palang pintunya rendah dan bidang pintunya bagian bawahnya tidak menyentuh lantai. Bagian bawah daun pintu kira-kira 50 cm di atas lantai.
Tinggi pintu kamar ini mungkin hanya sekitar 1 meter saja. Kesannya, pintu kamar ini hanya mirip jendela saja. Bahkan jendela rumah gadang ini pun lebih besar dari pada pintu kamar tersebut. Jadi kalau penghuni rumah atau kamar masuk ke dalam kamar, harus membungkukkan badan terlebih dahulu. Dan masuk ke dalam kamar pun harus melangkah seperti hendak melompatkan sebelah kaki.
Dan satu lagi yang unik darikamar tidur adalah, ukuran kamar tidurnya yang imuuut banget. Mungkin hanya pas untuk ukuran kasur saja. Unik bukan? Dan saya sampai mikir gimana caranya memasukkan ranjang ke dalam kamar tersebut ya, secara kan kamarnya kecil banget, apalagi pintunya. Dan saya juga mikir kenapa rumah gadang ini beda sendiri dari rumah gadang lainnya hehehe.
Tetapi, entah kenapa, saya berpikiran awalnya pintunya bukanlah pintu kecil. Pintu yang sekarang merupakan ‘editan’ sekian lama setelah pintu asli ini ada. Ini terlihat dari palang pintunya yang ada bekas daun pintu yang memang terbentuk seperti pintu pada umumnya. Tapi itu hanya pendapat saya saja loh ya.

Dan mengenai dapurnya, ini juga unik banget. Dapur rumah gadang ini tidak berada di bagian belakang rumah, seperti rumah gadang lainnya. Dapur berada di bagian ruang utama rumah di sayap kanan (dari arah posisi masuk rumah). Dengan tidak adanya dapur di bagian belakang rumah, otomatis akses masuk rumah benar-benar hanya melalui pintu depan saja.
Saya jadi sampe ngebayangin gimana cara mereka dulu beraktifitas ya, hehehe. Saya kemudian mengambil kesimpulan, jangan-jangan rumah gadang ini bukanlah rumah tinggal, tapi memang ‘rumah adat biasa’ seperti pada umumnya bagi kaum Suku Kampai. Sama seperti halnya rumah adat lainnya yang berfungsi sebagai Balairung atau Medan Nan Bapaneh alias tempat kaum adat ninik mamak bermusyarah mengenai nagari.
Lantai rumah adat ini tidaklah rata dari arah sisi depan ke arah kamar. Sebagian lantai yang membujur sepanjang panjangnya rumah di bagian depan kamar lebih tinggi dari pada bagian dekat pintu dan jendela. Tingginya sekitar 15 cm. Bagian lantai yang tinggi ini disebut bandua. Guna bandua adalah supaya pada saat musyawarah, para penghulu, niniek mamak dan cerdik pandai duduk di bagian bandua tersebut.
Jendela rumah gadang ini juga agak unik daripada rumah gadang lainnya. Jendelanya seperti perpaduan jendela rumah adat Melayu Riau. Bagian bawah daun pintu jendela sejajar dengan lantai, dagian bawah ambang jendela diberi pagar kecil. Jadi penghuni rumah bisa duduk santai melantai di jendela sambil memandang keluar.
Dan ata rumah ini juga masih atap asli, yakni ijuk yang disusun dan diikat dengan menggunakan bilah bambu. Atap ijuk ini menjadikan ruangan rumah gadang tidak panas meski panas terik. Karena ijuk ini membuat menahan panas matahari, dan tidak tembus ke bagian bawah ijuk.
Harapan saya sih ya, semoga pemda Kabupaten Tanah Datar benar-benar merawat cagar budaya ini. Karena sayang banget dan sedih banget melihat suasana bagian dalam rumah gadang (kamar juga) yang berantakan. Dinding belakang juga terlihat sudah sangat lapuk, karena yang tersisa hanyalah dinding bambu yang merupakan dinding luar yang fungsinya melindungi dinding kayu bagian dalam dari panas dan hujan.
Selanjutnya, setelah dari Rumah Gadang Kampai Nan Panjang Balimbiang, kami meneruskan halan-halan ke Nagari Tuo Pariangan. Kami melewati Batusangka terus ke Simabua dan kemuadian Nagari Pariangan. Pemandang di sepanjang jalan juga indh karena disuguhi hamparan sawah-sawah yang bak permadani. Badan yang capek karenamengendarai motorjadi ngga berasa, hehehe.

Firsty, baca baca tentang cerita jalan-jalan di Padangnya jadi makin pengen ke Padang deh yang jadi wish list aku untuk di Indonesia 🙂 Doakan aku bisa segera ke sana ya..Dan nanti pasti aku kontak Firsty biar jadi guide aku 🙂
Aamiin,semoga diriu segera jalan2 ke Padang, dan aku ke Aceh, hehe
sayang ya un gak terawat 😦
Iya May, sayang banget… kasian liatnya
[…] 4. Rumah Gadang Kampai Nan Panjang, Nagari Balimbiang Rumah Gadang Kampai Nan Panjang, Balimbiang ini merupakan salah satu rumah gadang yang unik. Unik karena pintu kamarnya kecil dan rendah. Bagian bawah pintunya juga tidak sampai ke lantai. Jadi kalau mau masuk ke dalam kamar, kaki harus dilangkahkan dulu salah satu kaki dan harus menundukan kepala terlebih dahulu. […]
karena kurang hawa manusia kali ya makanya agak kurang terawat, tp tiang2nya keren mampu bertahan ratusan tahun… dapurnya keren
Ngga ada yg tinggaldi sana…jd rumah kosong aja. Dan puluhan rumah gadang gede2 yg kosong di sana. Sedih banget liatnya…
Dilema rumah2 adat di Indonesia ya uni, ditinggal merantau atau ditinggal begitu saja karena dianggap sdh tidak praktis tinggal di rumah tradisional
Iya benar. Rumahnya besar, ngurusnya susah dan ada kesadaran itu rumah milik bersama. Jadi ada keinginan induvidu untukmemiliki rumah sendiri. Seperti halnya rumah gadang itu kan bisa 4-5 keturunan generasi yang bisa tinggal bareng. Kalau cuma 3 generasi sih masih oke, tp kalau sudah 4-5 generasi pasti sudah beda…
setuju uni, keinginan memiliki rumah sendiri, karena rumah gadang kan milik suku 🙂
Ngga semua rumah gadang milik suku. Banyak masyarakat yg punya rumah gadang, tpi jd ngga terlalu populer…
tp di balimbiang mgkin emang rymah gadang suku
maksudnya bisa milik pribadi ya uni? saya pernah baca walaupun milik pribadi, tp secara adat milik suku atau kaum, pernyataan ini bener nggak?
Jadi misalnya gini. nenek saya lahir dan besar di rumah (gadang) nya, bersama 4 saudara perempuannya. seiring waktu, mereka nikah dan punya anak. Satu atau dua saudara nenek saya bangun rumah di depan atau samping rumah gadang, satu lagi tinggal di rantau. Biasanya yang nempatin rumah gadang atau peruntukan rumah (gadang) ini ‘diserahkan’ pada anak/saudara perempuan paling kecil. Sehingga bagi nenek atau anak nenek dan keturunanya yang bikin rumah sendiri, rumah asalnya ini disebut rumah gadang. Itu bukan rumah gadang milik suku.
Sekarang rumah gadang milik suku sudah ngga banyak yg ditempati, model rumah gadang kampai panjang ini termasuk rumah gadang milik suku.
Trus nih, misal, saudara laki2 nenek saya ada yang jadi datuk. Rumah gadang nenek saya ini memang berfungsi sebagai rumah gadang bagi kaum suku si datuk ini. Karena dalam satu suku (misalnya suku piliang) di dalam suatu nagari, datuknya ngga cuma 1 orang, bisa ada 3 atau 4 atau lebih. Para datuk ini yg memimpin kaumnya dalam 1 suku tersebut.
Kira2gitu lah kira-kira…
ah, begitu ya rupanya, baiklah uni 🙂 makasih buat penjelasannya
Yuuup, semoga saya menjelaskannya ngga bebelit, haha…
sip…..
[…] juga saat saya jalan-jalan ke Rumah Gadang Kampai Nan Panjang di Nagari Balimbiang. Niat saya cuma mau mengunjungi rumah gadang tersebut karena termasuk salah satu situ sejarah […]