
Bagi kebanyakan kita, sudah tidak asing lagi dengan nama Marah Rusli, Abdul Muis, N.H. Dini, atau juga Buya Hamka. Mereka dikenal sebagai sastrawan Indonesia. Nama mereka abadi dalam pelajaran Bahasa Indonesia sejak dari SD hingga SMA.Benar ngga sih?
Bahkan Buya Hamka tidak hanya dikenal sebagai sastrawan dengan novelnya yang terkenal seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk dan juga di Bawah Lindungan Ka’bah. Beliau juga lebih sebagai ulama yang kharisma nya masih diakui oleh masyarakat muslim Indonesia hingga sekarang.
Nah, kalau yang saya tanya adalah Nur Sutan Iskandar, adakah yang tau? Ayo ngacung 😛 Mungkin banyak yang tidak tau dengan sastrawan yang satu ini. Termasuk juga saya, tidak mengetahui siapa sesungguhnya Nur Sutan Iskandar. Mungkin dulu saya pernah dengar namanya di sekolah tapi kemudian lupa sama sekali.
Saya baru tau lagi tentang Nur Sutan Iskandar adalah ketika saya jalan ke Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka. Jadi begitu saya liat dari jalan raya, di belakang pasar Sungai Batang mesjid yang warnanya biru, saya tertarik dan saya minta ke abang ojek buat antar saya ke sana.
Eh, sebelum tiba di mesjid atau mushala biru tersebut, saya liat rumah gadang yang di depannya.ada plang yang sudah roboh. Di plang tersebut ada keterangan “Rumah Baca Nur Sutan Iskandar”. Saya berpikir pasti yang namanya Nur Sutan Iskandar ini adalah salah seseorang yang biasa. Mungkin ia adalah seseorang tokoh juga.
Malamnya setiba di rumah saya langsung searcing tentang Nur Sutan Iskandar. Barulah saya tau tentang Nur Sutan Iskandar. Ternyata Nur Sutan Iskandar adalah seorang sastrawan terkenal juga. Ia adalah salah seorang sasrtrawan angkatan Balai Pustaka. Malah ia dikenal sebagai penulis yang paling produktif pada masanya.
Nama asli Nur Sutan Iskandar adalah Muhammad Nur. Ia lahir di Sungai Batang, tanggal 3 November 1893. Setelah menikah ia bergelar Sutan Iskandar. Nama panggilan dan gelarnya ini kemudian lebih dikenal daripada nama aslinya. Nur sutan Iskandar tidak hanya dikenal sebagi penulis tetapi juga dikenal sebagai penerjemah buku asing seperti Athur Conan Doyle.
Selain sebagai penulis dan panerjemah buku asing, Nur Sutan Iskandar juga bekerja di Balai Pustaka. Pada awalnya ia menjadi seorang korektor naskah yang masuk ke redaksi Balai Pustaka, sampai kemudian menjadi pemimpin redaksi Balai Pustaka dan Kepala Pengarang Balai Pustaka.
Saya pun naik dan masuk ke rumah gadang yang menjadi tempat rumah baca tersebut. Perpustakaan kecil yang menjadi rumah baca tersebut ada di beranda rumah gadang. Hanya ada 2 rak kecil saja di sana. Dan saya pikir itu agak kurang pas juga disebut rumah baca, mengingat nama besar yang dimiliki oleh Nur Sutan Iskandar.
Saya diijinkan oleh pemilik rumah untuk foto-foto bagian dalam rumah. Ngga banyak juga sih yang bisa difoto sama saya, hehehe. Tapi setidaknya jalan-jalan saya ada pengalaman baru dah. Dan juga pengetahuan baru, bahwa sejarah sastra indonesia mempunyai seorang pujangga besar yang bernama Nur Sutan Iskandar.
Dari Rumah Baca Sutan Nur Iskandar saya mampir ke Rumah Gadang Baanjuang yang berada persis sebelah rumah baca. Dan di sebelah Rumah Baajuang ada mesjid biru yang tadi menjadi tujuan awal saya. Mesjid biru tersebut berada di pinggir danau Maninjau.
Adakah diantara teman-teman yang tau siapa itu sastrawan Nur Sutan Iskandar?
Salah Pilih! Kisah Asri, Asnah, dan Rangkayo Saleah yang zalim. Memang sih ceritanya sepintas mirip sinetron sekarang tapi saya suka endingnya, apalagi waktu yang tokoh-tokoh antagonisnya kecelakaan, jujur saya puas banget. Saya suka gaya menulisnya pujangga ini, sebab saya jadi tidak lupa. Padahal bacanya pas masih SD dulu, haha. Duh bacaan saya memang menye-menye semua Mbak, haha. Pengen dah berkunjung ke sana, hehe. Sumatera Barat memang gudangnya sastrawan Indonesia, ya…
Aku blm baca Gara… Ini baru mau nyari, hahaha…
Aku SD bacaannya apa ya…? Lupaaa… Tapi dibandingin teman2 lain bacaanku udah beraat, hehehe.
Tenggelamnya kapal van der wijk dan siti nurbata dibaca kelas 1 smp, hehehe…
Sip, selamat mencari ya Mbak, keren tuh ceritanya, hehe.
Ayooo gara… Berkunjung k padang. Banyak situs yg kamu sukaa… Sayangnya belum aku bikin tulisannya… Batu sangkar tuh yg banyak…
Siap Mbak, tunggu aku, hihi. Selama ada persewaan motor, tenang, pasti dijabanin, haha.
Hahaha… Di bukittinggi kabarnya ada. Jabanin dah… 🙂
dulu pernah kak ada buku salah pilih di rumah, udah baca tp lupa habisnya waktu kecil banget,,
Oiya… Mamamu kan guru ya Win… Jadi
Jadi kemungkinan punya buku tsb
Pernah baca Salah Pilihan waktu SMP, ceritanya sich ngena dihati. Heheheh
Aku blm pernah bacanya mba Dian… 🙂
Ini niat hg nih mo nyari… 🙂
[…] saya kembali dari rumah Buya Hamka dan Nur Sutan Iskandar di Sungai Batang, saya mampir di mushala yang mirip rumah ini. Saat itulah saya jadi tau bahwa […]
[…] sendirian saja ke sini setelah raun-raun (yang juga sendirian) dari Rumah Kelahiran Buya Hamka dan Rumah Sutan Nur Iskandar di Sungai Batang, Maninjau. Oiya, juga ke rumah HR. Ransuna Said yang sudah jadi mushala dan juga […]