
Judul postingan saya ngga banget dah. Ala-ala lampu merah lampu ijo banget yaaa. Satu judul gede yang merangkap semua isi, hehehe.. 😛
Malam itu kami bergerak dari Vivo’s City dengan tujuan Johor setelah mangambil barang-barang yang dititipkan di penitipan barang di Vivo’s City. Saya memilih jalur MRT tujuan Punggol supaya hanya transit sekali saja di Dhoby Gaut. Dari sana kami melanjutkan naik MRT tujuan stasiun Kranji. Dan dari Kranji kami melanjutkan perjalanan ke Malaysia dengan menggunakan bus 197 (kalau ngga salah) tujuan Johor Bahru Central atau JB Central.
Ditengah perjalanan menuju stasiun Kranji, kira-kira 5 – 6 stasiun lagi, Ridho keponakanku ingin buang air kecil. Dia bilang ke mamanya dan mamanya minta kami turun dulu. Aku bilang, sabar saja sebentar lagi tiba di stasiun tujuan. Anaknya diam tapi pake ekspresi muka memelas gitu. Mama Ridho ‘menerjemahkan’ diam anaknya dengan perasaan kasihan, bahwa anaknya sudah benar-benar kebelet buang air kecil.
“Dia benar-bener sudah kebelet banget tuh,” kata kakakku. Akhirnya kami turun dulu di stasiun Sembawang. Stasiun Sembawang ini merupakan stasiun layang. Saya dan adik saya ngga mau menemani kakak dan anaknya turun ke toilet. Jujur saja saya agak sedikit kesal, karena saya yakin keponakan saya bisa menahan sampai di stasiun Kranji.
Tapi sebenarnya saya kuatir. Kuatir kalau toiletnya ada di luar area tapping stasiun. Kalau toiletnya ada di luar gerbang tapping, kakak saya dan anaknya harus top up lagi kartunya, sebanyak 10 dolar. Soalnya tadi saya ingat ketika masuk stasiun, sisa saldo di kartu kami sudah warna kuning, hanya sekitar 2,5 dolar.
Masalahnya adalah, kakak saya ngga ngerti urusan kartu karena semua saya yang urus. Dan masalah lain yang lebih mengkhawatirkan saya adalah, saya tidak punya dolar lagi karena memang beli dolar sesuai kebutuhan saja. *nyengir gaje aja dah… Pilu bangeet…
Setelah hampir 10 menit menunggu, kakakku ngga balik-balik. Aku akhirnya menyusul ke bawah. Adikku menunggu di atas menjaga barang-barang kami. Dan, ternyata apa yang saya kuatirkan tadi benar-benar terjadi. Untuk ke toilet penumpang harus keluar dulu dari area gerbang tapping stasiun.
Kakakku dan anaknya sudah keluar dari area tapping dan sekarang tidak bisa masuk. Dia harus top up dulu kartu MRT sebanyak 10 dolar supaya bisa masuk. Dan kalau saya keluar maka saya pun harus mengisi kartu MRT saya. Jadi kami harus menyediakan 30 dolar untuk kami bertiga.
Saya harus keluar karena saya saya harus menukarkan rupiah ke dolar. Di dekat Stasiun Semawang ada mal, namanya mal Sun Plaza. Di situ ada money changer, kata petugas stasiun. Kami pergi ke mall tersebut. Saya minta kaka saya menunggu di depan informasi lantai dasar.
Money changer pertama yang ada di lantai besment, tertulis Closed, pelayanannya sudah tutup jam 9 malam meskipun petugasnya masih ada. Saya minta tolong dengan memelas supaya mau menukarkan uang pun tidak dipedulikan. Tapi dia menjawab dengan, “You can see that?” sambil menunjuk kertas yang ada tanda ‘close’ dengan nada membentak. *Eh, Om, jangan pakai bentak-bentak dooong! Ga bisa bilang ngga bisa aja, apa?

Kemudian saya berlarian ke lantai tiga, takut kalau money changernya mau tutup juga. Sesampainya di lantai tiga, money changernya sudah tutup sama sekali. Saya turun ke lantai dasar tempat kakak saya menunggu dengan langkah gontai. Sembari jalan bertanya pada dua orang apakah mereka bisa membantu saya menukar rupiah saya dengan dolar mereka.
Tentu saja mereka tidak bisa membantu, hehehe. Tapi jawaban mereka enak, ga pake bentak-bentak. Mereka cuma bilang, “I am sorry I can’t help you” dengan wajah yang ngga bisa apa-apa karena ngga bisa nolongin orang lain.
Kami kebingungan. Saya mencoba meminta tolong pada ibu yang tokonya masih buka. Si tante dengan ayeliner yang hitam tebal dan ramb ut yang disasak tinggi tapi digerai. Jawaban yang dia berikan pada saya adalah, ‘go’. Dengan gerakan lambaian tangan yang mengusir megggunakan gerakan punggung tapak tangan… 🙂 *gerakan tangan yang sampai saat ini tidak bisa lupa dalam ingatan saya, hehehe.
Kami bertiga berjalan gontai ke stasiun. Di lampu merah di depan mall, saat hendak menyebang ke satasiun, aya melihat deretan atm, dan berharap ada atm Mandiri, BNI, BRI, atau atm bank Indonesia apa saja ada di sana. Tapi sama sayang, sama sekali tidak ada atm bank Indonesia.
Entah karena otak udah ngga bisa mikir atau dudulnya saya yang akut parah, saya ‘melupakan’ keberadaan bank CIMB Niaga dan UOB, hehehe). Saya sama sekali tidak ingat bahwa atm bank Indonesia yang berlogo Visa dan Cirrus bisa digunakan di luar negeri *telen biji dondong, hehehe.
Dalam kebingungan, di depan pintu keluar, saya melihat seorang ibu yang baru keluar dari stasiun. Saya langsung menyapa ibu berwajah melayu tersebut, dan menyatakan kesulitan saya. Awalnya dia agak terkejut dan menghindar dari saya dengan tatapan curiga.
Tapi kemudian dia bertanya saya butuh berapa. Alhamdulillah.
“Tiga puluh dolar, Ibu,” jawab saya.
Si ibu seperti masih agak kurang yakin. Tetapi dia tetap mengeluarkan uangnya tigapuluh dolar. Saya kemudian memberikan yang tiga lembar seratus ribu dan selembar dua puluh ribu pada si ibu tersebut.
“Ini, sepuluh dolar, ini sepuluh dolar, dan ini sepuluh dolar.” ucapku menyerahkan selembar-selembar uang rupaiah merah. *sujud syukur dah dengan kebaikan hati si ibu ini.
“Dan ini, dua dolar saya beri lebih,” kata saya menyerahkan uang rupiah dan menerima uang dolar.
“Oke,” jawab si ibu.
“Ibu, terima kasih ya sudah membantu kami. Semoga kebaikan ibu pada kami dibalas Allah ya ibu.” ucapku terharu. Kakakku pun mengucapkan terima kasih yang sama pda si ibu yang sudah membantu kami.
Saya segera mengisi kartu Ezi link kami. Terdengar petugas mengumumkan kepada pengunjung untuk hati-hati terhadap orang-orang dan barang-barang yang mencurigakan. Saya yakin pengumuman itu karena adik saya yang terlihat sendirian di atas stasiun lengkap dengan tasa kami, dan ngga naik-naik kereta sejak setengah jam yang lalu.
Begitu dia liat saya muncul, kelihatan banget muka dia yang luar biasa panik. menurutnya, petugas stasiun hilir mudik memperhatikan dia, hehehe.
Jujur saya luar biasa kesal sama kakakku yang terlalu menurutkan kemauan anaknya. Kalau saja dia mau bersabar 10 menit lagi kan tidak akan ada kejadian seperti ini. Kami tiba segera di stasiun tujuan. Tapi gegara anaknya memasang mukanya yang memelas gitu, semuanya jadi berabe kaya gini.
Kalau saja si uni, kakak kandung saya, tentu saya sudah merepet-repet, ngoceh-ngoceh panjang kali lebar sama dia. Tapi dia bukan kakak kandung saya, jadi saya tidak bisa ngoceh sama dia. Begitu juga kalau saja Ridho ponakan kandung saya, uuuu pasti saya nggak berhenti ngomel-ngomel ngocehin dia.
“Mulai dari sekarang ya, Ridho harus dengar tante Firsty ya!” kata saya dengan suara tegas. Ridho diam. Tapiiiii mama-nya belain dia.
Melihat muka anaknya yang diam, si uni langsung belai-belai pala Ridho, saya liat ekspresi Ridho yang tadinya agak tegang jadi sedikit enjoy. Oooo em jiii… Ini bukan saatnya membela anaknya dong… Kueseel… *narik napaaasss, keluarkaaan. tarik lagiiii, keluarkan lagiiii…
Tapi ini menjadi pelajaran dan pengalaman yang tak akan pernah terlupakan. Belajar supaya tidak teledor lagi dalam hal-hal kecil seperti ini dan lebih detail dalam perencanaan keuangan. Juga menjadi pengalaman betapa di luar sana kita akan bertemu dengan berbagai macam orang. Ada orang-orang baik yang siap membantu kita pada saat-saat genting. *lupakan si Om yang bentak dan si tante yang ngusir dengan gerakan tangan.
Nama stasiunnya Kranji, jadi ingat Bekasi 😁
Iya Den, sama… aku juga ingatnya bekasi, hehe
Kalau kebelet maklumi saja mbak, namanya juga anak kecil..hahaha
Tapi kocak permasalahan yang ditimbulkan jadinya,
Btw, bener ya stasiunnya namanya Kranji. Stasiun langganan gw banget tu dari pondok cina ke kranji. wkwkwkwk
Masalahnya kadang2 dia ‘iseng’. Bisa nahan buang besar/kecil kalau dia mau. Pas lagi mepet waktu gitu ga mau bersabar, hehehe.
Iya namanya stasiuan Kranji. Kaya di bekasi yakk, hehe
Seru, tapi ngeselin yah 😀
Ngeselin tp seruu, hehe…
anak kecil emang susah yah nahan pipis
coba yah si kemanakan mau nahan bentaaar aja, coba yah… hahaha
nasi udah jadi bubur ayam plus kerupuk 😀
Iya emaaang. Tapi dia kadang bisa nahan lama…hehe.
Nasi sudah jd bubur, kasih aja bumbublain biar enak yaa haha
haha
Betul sekali, Mbak, perencanaan keuangan dalam perjalanan hingga persoalan “kecil” itu penting sekali.
Iya… benar… harus dipikirkan matang apalagi kalau jalannya bawa anak-anak
Hahaha, baru mau bilang judulnya gitu amat siiih 😛 Anw random things yang bikin hidup berbumbu 🙂
Sengaja judulnya ala2 lampu merah lampu ijo hahaha.
Iyaa… Bumbu hidup yg bikin hidup makin hidup…hehe
marahin stasiun yang bikin toiletnya jauh…
hadeeh..ini memang pengalaman bikin keki banget deh ya
Wkwkw… Ntar ditanya, siape lo? *tetiba jd betawi mreka ngomong…hehehe
Ntah kenapa, menemukan toilet jauh lebih susah di Singapura ketimbang di Malaysia *ini sepengalamanku* termasuklah di MRT Stationnya. Dan aduuuuh itu petugas money changernya asli bikin keki. Hmm, mungkin pikirnya, “gue gak sudi kerja lebih tanpa lembur,” hahaha. Pantaslah orang Indonesia dibilang ramah2 😀
Padahal kalau dia mau nolong nuker 30 dolar aja, pahalanya gedeee loh ya… *loooh??… 😛
Tp yang lebih sedih itu yang “go!” pake tangan, berasa jadi pengemis dah…
Toilet di singaura yang bikin sebel adalah toilet keriiing… kudu siap2 bawa botol aq** kosong kusus buat ke toilet, hehehe
di Malaysia kan toiletnya sama kaya kita, full air.. 🙂
Mau gimana lagi, anak kecil memang begitu.
Saya punya pengalaman juga yang ngeselin, tapi anak saya sendiri. Ya, gimana lagi, hehehe…
sabar
Iya benar, anak kecil gitu… Mau gimana lagi hehe
tapi ini menjadi pengalaman berharga… 🙂
kalau anak sendiri, kayanya lebih enak bersikap tegas’ sama dia. kalau anak orang lebih rempong… 😛
Bawa anak kecil emang repot sih, apalagi sampe ke negeri orang
Beneran ya, cari toilet di singapore lebih susah? Wah kudu siap mental n siap2 ngurangin jatah minum nih aku
Di stasiun sih ada… Ga usah kurangin jatah minuman…. sediain aja 1 botol kosong buat ke toilet kalau ngga bisa toilet kering.
buat minuman bisa isi ulang kalau ada tempat kran air minumnya
[…] Hotel ini tidak terlalu besar tapi cukup nyaman. Apalagi kami menempati kamar family room untuk berempat. Tempat tidur kamarnya adalah double queen. Kami ber-4 bisa tidur berdua-berdua dengan nyaman di kasur yang besar setelah lelah dengan drama lari-larian nyari dolar gara-gara saldo tiket abis di stasiun sembawang. […]
[…] ke Johor. Eeeeeeeettt tapi ada masalah juga yang kami hadapi di stasiun Sembawang, hehehe. Gegara ponakanku ridho pengen buang air kecil, saya harus lari-lari dari lantai dasar ke besmen trus… mall yang ada di dekat stasiun. Ditambah lagi diusir kasar dengan gerakan tangan punggung tapak […]
[…] postingan ini bisa membantu teman-teman semua. Oya, saya tiba-tiba ingat kejadian saya kehabisan duit dolar di Singapura, money changer tutup, minta tolong sama orang malah diusiran …. Tapi kemudian ketemu ibu-ibu melayu yang baik banget yang mau bantu nukerin rupiah saya ke dolar. […]