
Hallo teman-teman, gimana Ramadhannya? Ga berasa ya kalau Ramadhan tahun ini akan segera berlalu menjemput hari kemenangan Idul Fitri.
Oya, melanjutkan postinganku tentang puasa waktu kecil, aku membuat postingan lanjutan tentang shalat taraweh sewaktu kecil. Sewaktu SD dan SMP…. 🙂
Dulu sewaktu bulan Ramadhan waktu masih SD, seperti sekolah-sekolah di Sumatera Barat (di daerah lain juga pasti ada dong yaa), diwajibkan mempunyai buku agenda ramadhan. Buku tersebut berisi tentang catatan aktifitas ibadah siswa sepanjang bulan Ramadhan. Mulai dari shalat taraweh pertama sampai terakhir.
Tugas tersebut diberikan oleh guru kelas, tapi nilainya dimasukkan ke dalam nilai agama. Jadi kalau ngga punya buku tersebut, bisa dipastikan nilai agamanya bakal (agak) jeblok, meskipun nilai ujian tinggi.
Apa saja isi buku tersebut? Pertama ada kolom yang berisi informasi aktifitas dan ibadah siswa selama bulan ramadhan. Khususnya aktifitas shalat, mulai dari shalat subuh sampai isya dan shalat taraweh. Halaman pertama berisi informasi tentang siswa, mulai dari nama, kelas dan sekolah.
Halaman kedua sampai halaman terakhir berisi kolom-kolom aktifitas ramadhan siswa mulai dari hari pertama ramadhan sampai hari terakhir ramadhan. Kalau siswa shalat subuh harus dicentang di area kolom shalat subuh. Kalau ngga shalat bikin tanda silang di kolom tersebut. Termasuk juga shalat taraweh. Dan juga tak ketinggalan nama mesjid atau mushala tempat siswa melakukan shalat taraweh ramadhan.
Pada bagian utama halaman tersebut berisi kolom ringkasan ceramah agama. Lengkap dengan judul ceramah, serta nama ustadz. Dan tak ketinggalan kolom yang berisi tanda tangan ustadz yang memberikan ceramah atau petugas mesjid mushala yang diberi wewenang.
Di Padang, rata-rata shalat tarawehnya 8 rakaat plus witir 3 rakaat. Diantara shalat Isya dan taraweh ada ceramah agama sekitar setengah jam. Nah, tugas yang diberikan sekolah kepada siswa adalah meringkas ceramah ramadhan yang diikuti siswa. Mulai dari judul ceramah, isi termasuk dalil pendukung seperti surah ke berapa dan ayat berapa atau juga hadits-hadits.
Sewaktu SD, kan belum mahir mencatat sambil menuliskan apa yang disampaikan ustadz tuh, kecuali yang pengurutan poinnya. Kalau ngga ada pengurutan poinnya, kadang-kadang suka nyontek juga ke jemaah yang sudah duduk di SMP/MTs, maka seringkali apa yang ditulis itu sama diantara beberapa orang. Namanya juga nyontek hehehe…
Nanti setelah shalat taraweh dan witir selesai dilaksanakan. Kami semua para pelajar berburu meminta tangan ustadz atau pengurus mushala mesjid. Semua berkerumun mengelilingi ustaz dan rebutan pengen yang paling dulu. Beehh… Itu tanda tangan ustadz bak tanda tangan artis terkenal yang diburu oleh para jemaah pelajar.
Di Jakarta aku ngga tau apakah ada juga tugas meringkas ceramah tersebut. Tapi yang jelas di mushala tempatku shalat taraweh di daerah Cideng, Gambir, sepertinya sekarang anak-anak ngga banyak yang ikutan shalat isya dan taraweh. Ngga kaya waktu aku kecil dulu yang bagian pojok kiri mesjid dipenuhi oleh anak-anak sekolah.
Sekarang, di kampungku, apakah ada atau ngga tugas meringkas ceramah tersebut aku ngga tau. Tapi sepertinya udah nggak, soalnya di mesjid dekat rumahku, selain anak-anak yang kelihatannya juga ngga terlalu banyak yang ikut taraweh, ‘ritual’ minta tangan juga udah ngga ada.
Menurut pendapatku, sebenarnya kewajiban membuat ringkasan ini sangat bagus juga buat para pelajar. Kenapa?
1. Karena bisa membuat anak-anak (sekolah) melaksanakan shalat taraweh di mushala mesjid. Sebagai anak-anak mereka kan belum paham apa arti shalat taraweh bagi mereka. Bagi anak-anak, shalat sebanyak 11 rakaat pasti berat buat mereka. Dan orangtua juga tidak serta merta bisa bicara pahala dan dosa, juga tentang wajib dan sunah. Apalagi kalau kalau orangtua juga yang bisa memberikan contoh pada anak-anaknya pergi ke mesjid mushala untuk shalat isya dan taraweh berjamaah.
Jadi salah satu solusi untuk mengakrabkan anak-anak dengan mesjid mushala dan shalat taraweh ‘yang berat’ ini adalah dengan memberikan tugas dari sekolah. Karena adakalanya guru lebih punya ‘kekuatan’ daripada orangtua. Meskipun di mesjid mushala adakala kehadiran anak-anak hanya akan menjadi ‘gangguan’ saja bagi orang dewasa yang ingin beribadah dengan tenang. Namanya juga anak-anak, pasti dong mereka sukanya ribut, bercanda dan bermain tanpa berpikir mereka mengganggu orang lain. 🙂
2. Dengan mencacat ceramah agama yang disampaikan oleh ustadz, pasti pengetahuan agaa kita sedikit banyaknya bertambah. Pengetahuan baru yang kita catat pasti akan teringat lebih lama daripada hanya sekadar mendengarkan saja tanpa kita cata sama sekali. Soalnya saya bisa merasakan manfaat ini.
Nah, jadi teman-teman, apakah teman-teman juga pernah punya pengalaman dengan buku catatn ramandhan dulunya?
Aku kyknya dulu jarang ikut sholat. Cm nyatat ceramah dan minta ttd pengurus masjidnya aja, hehehe. Trs sblm pulg jajan sate padang dulu.
dulu dapat juga buku agenda ramadhan. cuma nggak ada yang ceramah, jadinya nggak dapt tanda tangan 😀
Masjid di kampung sekarang ada acara binaan madrasah gitu, Mbak. malah kemarin mendekati hari raya, mereka sampai nginap di Masjid, dan agendanya hafalan Al-Quran, tapi dibuat tadaruz. kemarin saya ngirim menu buka untuk adik sepupu, si Bunga :D. buku agendanya kurang tahu, ada apa nggak 😀 😀
[…] dulu juga ada tuh yang namanya buku catatan ramadhan, PR membuat ringkasan ceramah ramadhan selama ramdhan oleh guru agama, hehe. Kalau anak kelas 1 dan […]
[…] dulu juga ada tuh yang namanya buku catatan ramadhan, PR membuat ringkasan ceramah ramadhan selama ramdhan oleh guru agama, hehe. Kalau anak kelas 1 dan […]
[…] Ketika waktu berbuka sudah masuk, kita minum dan makan makanan ringan para guru menyuruh kita shalat magrib berjamaah di mesjid yang ada di seberang lapangan. Setelah itu baru makan bersama dan terakhir shalat taraweh jamaah di mesjid sekalian nyatat ceramah ramadhan di buku agenda ramadhan. […]