
Surau dalam bahasa Minang berarti Mushala atau bangunan tempat umat Islam melakakukan shalat. Tidak jelas dari mana asal kata surau tersebut. Tapi diperkirakan kata surau berasal dari kata Syura yang berarti tempat bermusyawarah.
Secara fisik ini mungkin dikarenakan fungsi mesjid dan surau dalam umat islam tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk shalat, tempat mengaji atau tempat belajar Al qur’an saja, tetapi juga sebagai masyarakat berkumpul membicarakan berbagai macam hal yang ada atau yang terjadi di dalam masyarakat dan nagari di Ranah Minang.
Di surau, ulama-ulama Minangkabau pada zaman dahulu mengajarkan berbagai macam ilmu agama kepada murid-muridnya. Mulai dari yang paling dasar seperti shalat, mengaji (lengkap dengan ilmu tajwidnya), ilmu fiqih, sampai ilmu tafsir, hadis, nahwu, sharaf, berzanji dan juga belajar tarekat. Sistem pengajaran yang dilakukan di surau adalah sistem halaqah.

Biasanya murid-murid menggunakan bangku panjang untuk meletakkan Alquran yang disebut dengan reha. Dengan sistem pendidikan surau ini kemudian banyak ulama-ulama surau yang melahirkan ulama-ulama baru di kawasan Minangkabau, dan juga berbagai daerah lain di Indonesia seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara, Kalimantan dan daerah lainnya.
Secara adat dan budaya, surau bagi masyarakat Minangkabau sejak zaman dulu selain sebagai tempat shalat dan belajar mengaji dan ilmu agama, surau juga berfungsi sebagai tempat bagi laki-laki yang sudah balikh berakal dan belum menikah untuk belajar kehidupan.
Di surau, para pemuda Minangkabau dididik dan dibekali tentang berbagai hal, seperti budi pekerti, belajar silat dan juga tentang aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat Minang. Mereka biasanya tidur di surau bersama pemuda-pemuda lainnya yang belum menikah.

Gambar dari Google
Begitu dekatnya fungsi dan peranan mesjid atau surau bagi masyarakat Minangkabau, untuk membangun sebuah nagari atau kampung selain harus mempunyai balai adat juga harus mempunyai surau nagari atau mesjid nagari. Selain surau nagari (kampung) biasanya masyarakat Minangkabau juga mempunyai surau suku.
Suku adalah satuan kelompok masyarakat Minangkabau berdasarkan kekerabatan. Suku ini semacam marga tetapi berdasarkan garis keturunan wanita. jadi, surau suku adalah surau dibangun oleh masyarakat atau warga suku. Misalnya masyarakat Suku Sikumbang membangun surau di wilayah Suku Sikumbang. Masyarakat Suku Koto membangun surau di wilayah Suku Koto.
Surau-surau menjadi saksi dan tempat pengajaran serta pendidikan Islam bagi masyarakat Sumatera Barat. Surau juga menjadi saksi pendidikan dan pengetahuan budaya, adat, kemasyarakatan dan juga sekolah kehidupan bagi pemuda-pemuda minangkabau dalam hidup bermasyarakat di nagari. Dan surau juga menjadi saksi perlawanan masyakat Minangkabau terhadap penjajahan belanda.

Gambar dari google
Pada masa penjajahan kolonial Belanda surau juga berfungsi sebagai tempat berpolitik dan menjadi pelopor perlawanan masyarakat Minangkabau pada pemerintah kolonial Belanda. Seringkali kegiatan belajar mengajar di surau diawasi secara ketat oleh kompeni belanda karena dikhawatirkan akan menjadi pusat perlawanan terhadap belanda.
Tidak jarang pula surau ditutup oleh pemerintah kolonial Belanda karena dianggap membahayakan pemerintah kolonial Belanda. Makanya tidak heran, tokoh-tokoh utama perang Paderi (1821 – 1837) dalam menghadapi Belanda adalah tokoh-tokoh ulama (penyebab Perang Paderi adalah pertentangan kaum ulama dengan kaum adat, yang kaum adat kemudian dibantu oleh Belanda).

Ciri-ciri surau tua atau mesjid tua di Sumatera Barat adalah :
- Bangunan mesjid atau mushala biasanya lebih tinggi dari tanah sekitar 1 meter.
- Tiang-tiang surau biasanya bersegi delapan.
- Bangunan atap yang berundak-undak dengan puncak perpaduan kubah dengan bagojoang. (tapi ada juga yang tidak ada gonjoang, hanya kubah saja, atau sebaliknya, ada gonjoang tapi tidak ada kubah).
- Biasanya berbentuk persegi.
- Di sekitar surau ata mesjid banyak sumber air.
Sebagai salah satu daerah yang menjadi pusat penyebaran Agama Islam, saat ini di Sumatera Barat masih terdapat sisa-sisa peninggalan mesjid atau surau tuo (tua) di berbagai tempat. Biasanya surau yang tersisa sekarang adalah surau-surau yang dibangun oleh ulama-ulama Minangkabau yang hidup pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20. Tapi masih ada juga kok bangunan surau yang usianya sudah ratusan tahun.

Gambar dari Google
Firsty Chrysant
indah-indah masjidnya
kecuali yang kedua… semuanya ada kemiripan bentuk
Yang no 2 itu model lain yang mirip juga. Jadi modelnya, kalo ngga yang berundak2 gitu, model yang no 2 itu.
Ooooo….
O, bulat ya… 🙂
Wow.. ciek nian tulisan uni ini..
keren yah, ada kombinasi di atapnya…
Keren yaaa… Tapi sekarang sudah banyak yang berkurang karena perbaikan atau diganti model yang sekarang
aku paling suka mesjid parabek walaupun yang lain juga keren2 bagnet ya
Di dalamnya juga bagus Non…
surau di Ranah Minang itu adalah peninggalan budaya yang eksotis menurut saya… walau sayangnya yang banyak saya temui banyak yang kurang kerawat dan jamaah sholatnya untuk yang rutin tidak terlampau ramai…
surau yang jadi favorit saya ada di tepi danau Maninjau (lupa namanya apa), terus ada juga masjid (lagi-lagi lupa namanya ~_~a) di Sawahlunto yang bentuknya sama dengan nomor dua. Masjid parabek ada di Bukittinggi sebelah mana, uni? Ni dua hari kemarin saya abis dinas ke sana…
Iya Mas, eksotis. Tapi sekarang sudah banyak yang ilang juga dari peredaran, hehe.
Kalo sepi nggak-nya tergantung di mana lokasinya juga. Kalo di kampung-kampung, siang hari sepi, tapi magrib rame dan isya rame.
Mesjid Parabek itu, kalau dari padang panjanga arah bukittinggi, ntar di Padang Lua ketemu prapatan yang ke maninjau kan? trus aja ke arah bukittinggi, kira-kira 200 m mungkin, ada gapura jalan yang mau menuju parabek, di sebelah kiri. tanya aja orang di sekitar sana pasti tau.
ah iya juga… kan saya kalau melakukan jalan2 mesti siang harinya hehehe…
oh yang arah situ memang keknya belum pernah saya lewati (Padang Lua belok ke Maninjau)
Ngga jauh kok dari sana. ikutin dulu jalan yang ke arah Maninjau juga bisa, ntar belok kanan. Tapi jalan ini ngga tau di mana belok kanannya.
Orang minang ya?
Sepertinya ini kunjungan perdana saya..
Salam kenal
Jika ada harapan dan impian yang sudah/akan diwujudkan mari berbagi kisahnya di GA Kolaborasi.. Ada tali asih yg menarik lho.. ayo ikutan di http://garammanis.com/2014/01/01/giveaway-kolaborasi-apa-impianmu/
Iya, rang sakampuang ternyata… 🙂
Tadi saya udah keliling di blognya garammanis
Mudah2an saya bisa ikut. Makasih atas kunjungan dan ajakannya ^_^
amin… ditunggu ya… 🙂
[…] Labuk Bauk adalah surau tuo yang ada di kenagarian Lubuk Bauk kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar. Surau ini […]
[…] asyik makan-makan, langsung ‘bubar grak’ ke rumah, buat ambil kain shalat dan segera ke surau atau mushala. Canda-candaan dilanjutkan sambil shalat taraweh, xixixixi… […]
[…] ini di Sumatera Barat, masih ada beberapa surau atau mesjid tua yang berdiri semenjak agama Islam masuk ke wilayah ini. Beberapa diantaranya adalah Mesjid atau […]
[…] satu bangunan yang terdapat di dalam kompleks Istana Basa adalah surau. Surau istana ini berada kira-kira 10 m – 15 m di bagian pojok belakang anjuang barat istana. […]
[…] resto ini terbuat dari kayu dengan nuansa Rumah Gadang. Atap bangunan utama resto lebih mirip atap mesjid tuo Minangkabau sih. Di halaman depan terdapat taman yang dibuat sawah kecil. Juga tersedia bendi tanpa kuda. Waktu […]
[…] dia surau tuo (atau mesjid) yang terkenal di Bukittinggi : 1. Surau Parabek (Mesjid Jamik Parabek) yang didirikan oleh Syekh […]
[…] selesai shalat zhuhur di daerah Pasir Talang, kami juga mampir di salah satu mesjid tuo minang di Mesjid Tuo Kurang Aso yang juga berada di daerah Pasir Talang. Mesjid Tuo Kurang Aso ini unik, […]
[…] Adat Alam Surambi Sungai Pagu di Balun dan juga ke Mesjid Kurang Aso 60 di Pasir Talang, sebuah mesjid tuo minang di Solok Selatan. Kami makan siang di taman kota Muaro Labuh yang kurang terawat, kami melanjutkan […]
[…] Mesjid/mushala Tuo Minang […]