Siapa Bilang Tanpa Kartini Wanita Indonesia Bakal Terbelakang? ~ Cara Pandang Beda Tentang kartini

Beberapa hari yang lalu merupakan salah satu hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Ya… 21 April, hari Kartini. hari kelahiran wanita yang katanya adalah pejuang emansipasi wanita. Siapa yang nggak tau dengan Kartini? Bisa dibilang semua lapisan masyarakat Indonesia mengetahui siapa Kartini.
Setiap tahun, selalu ada perayaan peringatan hari Kartini. Bisa dibilang perayaan hari Kartini merupakan perayaan terbesar detelah perayaan hari kemerdekaan tujuh belas agustus. Di sekolah-sekolah diadakan perayaan pakaian tradisional. Bahkan pramudi busway pun mengenakan kebaya saat bertugas.

Kalau ngga ada Kartini entah apa jadinya wanita Indonesia. Mungkin wanita masih terbelakang dalam hal pendidikan. Begitulah yang pernah kudengar dan kusaksikan di tivi tentang sosok Kartini. Huff… Segitunyakah? Halloooooo…. Menurutku gga gitu juga sih….

Benar, Kartini merupakan salah seorang wanita Indonesia yang berjuang memajukan harkat martabat wanita Indonesia supaya wanita Indonesia mempunyai hak-hak yang sama dengan kaum pria. Kartini melalui surat-surat untuk temannya yang orang Belanda mengungkapkan pemikiran-pemikirannya untuk memajukan wanita pribumi, tidak hanya bekerja untuk urusan rumah tangga saja. Beliau menginginkan kaum wanita juga mendapat pendidikan yang layak sama seperti kaum pria.

Hanya saja pengkultusan Kartini sebagai simbol emansipasi wanita Indonesia sehingga tanpa beliau wanita Indonesia akan tetap terbelakang, menurutku tidak benar juga. Karena, masih banyak wanita-wanita lain yang mempunyai peran yang sama bahkan jauh lebih besar jasanya terhadap kaum wanita dalam memajukan kaum wanitanya. Hanya saja para wanita hebat ini namanya tidak menggaung seperti halnya Kartini.

Ada wanita Indonesia yang hidup sebelum Kartini tetapi kiprah dan kecerdasaannya sebagai wanita setara bahkan melebihi kaum pria. Kita sebut saja satu contoh, Sultanah Seri Ratu Taj ul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh.

Pun ada wanita satu zaman dengan Kartini yang bernama Rohana Kuddus. Ia berjuang berjuang tidak hanya sekadar mengajarkan kaum wanita membaca dan menulis serta keterampilan tetapi juga mendirikan sekolah perempuan di daerahnya. Selain itu ia juga menjadi wanita Indonesia pertama yang wartawan. Dan surat kabar yang didirikannyapun merupakan surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Kedua wanita yang kusebutkan di atas bukan wanita yang berjuang karena emansipasi yang diperjuangkan Kartini. Bahkan mereka tidak tau siapa itu Kartini. Jadi perjuangan yang mereka lakukan bukan karena emansipasi yang diperjuangkan oleh Ibu Kartini. Masih ada lagi sebenarnya pejuang wanita lainnya yang sudah berbuat jauh lebih banyak dari Ibu Kartini tapi sayangnya kita tidak mengenal mereka.

Yuk, kita coba lihat para wanita hebat itu :

Ratu Safiatuddin
gambar dari google

1.    Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh.

Siapa sebenarnya Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh ini? Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat tidak lain adalah putri tertua Sultan Iskandar Muda, raja kerajaan Aceh yang sangat berjaya mengharumkan nama kerajaan Aceh menjadi salah satu kerajaan di nusantara yang sangat disegani.

Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, merupakan ratu yang memerintah selama  35 tahun di kerajaan yang meliputi wilayah Aceh sekarang dan daerah pesisir barat Pulau Sumatera, Kesultanan Melayu Deli, dan Kesultanan Pahang dan Perak di berada di Malaysia sekarang. Bukankah ia juga telah melakukan lebih apa yang disebut dengan emansipasi?

Nama lahir sultanah atau ratu ini ini adalah Putri Sri Alam. Gelar beliau sebagai Sultanah adalah Paduka Sri Sultanah Ratu Safiatuddin Tajul-’Alam Syah Johan Berdaulat Zillu’llahi fi’l-’Alam binti al-Marhum Sri Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah Safiatuddin Tajul-’Alam mempunyai arti kemurnian iman mahkota dunia. Ia menjadi ratu dari tahun 1637 sampai 1641 menggantikan suaminya Sultan Iskandar Tsani yang menjadi sultan Aceh. Sultan Iskandar Tsani naik tahta menggantikan ayah mertuanya, Sultan Iskandar Muda.

Meski pada awalnya ada yang menolak Sultanah tapi pada akhirnya ia bisa membuktikan bahwa ia bisa menjadi sulthanah yang sangat dihormati dan dimuliakan rakyatnya. Ia pun menjadi ratu yang sangat disegani oleh Belanda, Inggris, Putugis, India dan Arab.

Sultanah tidak hanya bisa berbahasa Aceh dan Melayu, tapi juga menguasai bahasa Arab, Persia, Spanyol dan Urdu. Ini menunjukkan bahwa ia adalah perempuan terdidik dan ingin pula rakyatnya mengenyam pendidikan. Ia dikenal sangat memajukan pendidikan, baik untuk pria maupun untuk wanita. Dan pada saat ia memerintah ilmu dan kesusastraan berkembang dengan pesat.

Sultanah juga meminta dua orang ulama yang terkenal saat itu untuk membuat buku. Mereka adalah Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf Singkil yang bergelar Teungku Syiah Kuala. Kepada Nuruddin ar Raniri, sultanah meminta menulis buku berjudul Hidayatul Imam yang ditujukan bagi kepentingan rakyat umum.

Dan kepada Abdurrauf Singkil menulis buku berjudul Mir’at al-Thullab fî Tasyil Mawa’iz al-Badî’rifat al-Ahkâm al-Syar’iyyah li Malik al-Wahhab, buku yang menjadi pedoman bagi para qadhi dalam menjalankan tugasnya. 

Sultanah Aceh ini perempuan yang luar biasa bukan? Apa yang dilakukannya menunjukan ia sudah melakukan apa yang disebut dengan emansipasi, bahlan dalam konteks yang jauh jauh jauh lebih luas dari apa yang dicita-citakan Kartini. Dan sekali lagi ia hidup jauuuuuuhhhhhhhh sebelum Kartini lahir.

Belum lagi nama-nama pejuang-pejuang wanita Aceh mengangkat senjata memimpin pergerakan melawan penjajahan Belanda seperti Laksamana Malahayati, Cut Nyak Cien, Cut Mutia, Tengku Fakinah, Pecut Baren, Pocut Meurah Intan, dan Cutpo Fatimah.

Laksamana KeuMALAhayati
Gambar : searc di google

2. Laksamana Malahayati.

Laksamana Malahayati nama populer Laksama Keumala hayati. Ia merupakan laksamana wanita pertama di dunia. Darah bangsawan mengalir dalam dirinya karena ia adalah cicit dari pendiri Kesultanan Aceh Darussalam Sultan Ali Mughayatsyah dan hidup satu generasi dengan Sultan Iskandar Muda, ayahanda Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat.

Malahayati berhasil memukul mundur pasukan Potugis yang hendak menguasai Aceh. Salah satu kisah heroik Laksamana Malahayti adalah, ia menewaskan Cournelis De Houtman, pimpinan pasukan Belanda pada tanggal 11 september 1599. Malahayati juga pemimpin 2000 orang pasukan Inong Balee, pasukan wanita-wanita  Aceh yang suaminya sudah meninggal.

Tak hanya itu, Malahayati juga dikenal sebagai diplomat Aceh ketika berunding dengan Belanda. Memimpin perang melawan Belanda secara gerilya tentunya membutuhkan kecerdasan dan jiwa kepemimpinan yang tinggi. Dan kecerdasan serta jiwa kepemimpinan tersebut tentunya dipengaruhi oleh pendidikan yang mereka terima.

Oiya, ia juga fasih berbicara dalam bahasa Melayu, Arab, Turki, Spanyol selain Bahasa Aceh. Luar biasa bukan…?

Jadi apakah tanpa Kartini pendidikan wanita Indonesia akan menjadi terbelakang??? Tentu tidakk *iklan mode.on*


3.    Siti Rohana KuddusRohana Kudus


Ada yang tidak tahu siapa itu Siti Rohana Kudus? Adaaa? Banyakk?? Waww, samaaa, aku juga tidak terlalu tau awalnya. Tapi meskipun tidak banyak yang aku tau aku akan mencoba memberikan sedikit informasi buat teman-teman.

Siti Rohana Kudus ini adalah tokoh wanita yang satu zaman dengan Kartini. Aaaa, Rohana Kudus lebih muda 5 tahun dari Kartini. Tepatnya ia lahir di Koto Gadang tanggal 20 Desember 1884, 16 hari setelah kelahiran Dewi Sartika, tokoh emansipasi wanita dari Bandung.

Ayah Siti Rohana Kudus adalah Mohamad Rasjad Maharadja Soetan dan ibunya adalah Kiam. Ia juga merupakan kakak tiri  Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama. Siti Rohana Kudus juga merupakan saudara sepupu H. Agus Salim, seorang diplomat yang sangat disegani dan juga seorang jurnalis yang konon katanya menguasai lebih dari 7 bahasa asing.  Selain itu, Siti Ronana Kudus adalah mak tuo (bibi) penyair terkenal Chairil Anwar.

Apa sih kiprahnya Siti Rohana Kudus bagi kemajuan wanita Indonesia? Siti Rohana Kudus sejak usia 8 tahun sudah mengajarkan teman-temannya membaca. Pada tanggal 11 Februari ia mendirikan sekolah wanita di kampung halamannya di Koto gadang Bukittingi.

Nama sekolahnya adalah Sekolah Kerajinan Amai Setia. Tujuan ia mendirikan sekolah tersebut adalah untuk membebaskan kaum perempuan dari diskriminasi, terutama menyangkut pendidikan.

Di sekolah ini ia mengajarkan membaca, menulis, pendidikan agama, budi pekerti, bahasa Belanda, keterampilan mengelola keuangan, menyulam, menjahit, memordir dan merenda. Hasil kerajinan keterampilan wanita ini kemudian diekspor ke Eropa.

Selain mengajar ia juga menulis artikel dan puisi. Artikel-artikel yang ditulisnya berisi tentang memperjuangkan tentang hak-hak kaum wanita di surat kabar belanda membuat namanya menjadi perbincanganyan hangat di kalangan kaum colonial belanda.

Pada tanggal 10 Juli 1912 Siti Rohana Kudus mendirikan surat kabar perempuan pertama di Indonesia yang diberi nama Suntiang Melayu. Suratkabar ini mulai pimpinan redaksi, redaktur dan penulisnya semuanya perempuan. Di Medan ia juga pernah memimpin surat kabar Perempuan Bergerak di Medan. Sementara di Padang ia juga menjadi redaktur surat kabar Radio dan Cahaya Sumatera.

Melalui tulisannya di surat kabar, ia membantu semangat juang para pemuda melawan penjajahan Belanda. Ia juga memelopori berdirinya dapur umum untuk gerilyawan. Ia juga mencetuskan ide menyelundupkan senjata dari Koto Gadang ke Bukittinggi melalui Ngarai Sianok dengan cara menyembunyikannya dalam sayuran dan buah-buahan.

Jadi disini dapat kita lihat bahwa kalau Kartini bercita-cita mengangkat harkat martabat wanita Indonesia, Siti Rohana Kudus pun demikian. Ia langsung berbuat mengajarkan dan mendidik kaum wanita di kampungnya membaca, menulis dan berbagai keterampilan. Kalau Kartini menyuarakan hatinya melalui sura-suratnya pada sahabatnya yang orang Belanda, maka Siti Rohana Kudus justru menyuarakan hatinya melalui surat kabar wanita pertama di Indonesia yang ia dirikan.

amai setia


4.    Siti Aisyah We Tenri Olle


Siapa tuh Siti Aisyah We Tenri Olle? Nggak tau? Samaaa…. aku juga ngga tau siapa dia. Dan tentunya ketidaktahuan banyak orang tentang Siti Aisyah We Tenri Olle ini menunjukan betapa bagsa kita benar-benar tidak mencatat perjalanan sejarah dengan baik…:(

Nah, pas sugling wanita-wanita hebat Indonesia selain Kartini ketemu deh postingan tentang Siti Aisyah We Tenri Olle. Dan setalah dibaca tentang siapa itu Siti Aisyah We Tenri Olle, baru tau kalau ia dan ibunya Collipujie Arung Pancana Toa Datu Tanate ternyata orang yang menerjemahkan naskah mahakarya epos La Galigo dari bahasa Bugis Kuno ke bahasa Bugis umum. Walaupun ngga terlalu tau tentang naskah tersebut tapi pernah baca beritanya.

Naskah La Galigo tersebut merupakan naskah wiracaita atau epos yang terpanjang di dunia. Padahal total naskah yang ia temukan dan diterjemahkan baru sepertiga dari total keseluruhan naskah.

Siti Aisyah We Tenri Olle adalah anak dari Collipujie Arung Pancana Toa Datu Tanate yang putri raja Tanate, Raja Tanete La Rumpang Megga Matinroe ri Mutiara. Siti Aisyah We Tenri Olle menjadi datu atau ratu di Tanate yang merupakan salah satu kerajaan kecil di tanah Bugis, menggantikan kakeknya Raja Tanete La Rumpang Megga Matinroe ri Mutiara. Ia menjadi raja selama 55 tahun dari tahun 1855 sampai 1905.

Sebagai seorang raja ia mempunyai ketertarikan yang tinggi terhadap dunia sastra dan pendidikan. Karena ingin memajukan Tanate melalui pendidikan bangsa Tanate ia kemudian mendirikan sekolah rakyat yang terbuka untuk umum, baik perempuan atau laki-laki. Mengenai tahun pastinya sepertinya masih diperdebatkan, tahun1890 atau 1908. Sekolah rakyat yang ia dirikan ini ditujukan untuk semua lapaisan masyarakat Tanate tanpa melihat status rakyat di dalam masyarakat.

Nama Siti Aisyah We Tenri Olle memang tenggelam ke dalam dasar sejarah Indonesia, tidak pernah terdengar sama sekali. Apakah hal itu disebabkan karena ia sangat koorperatif terhadap penjajahan Belanda sementara raja-raja lain di tanah Bugis berjuang melawan Belanda? Entahlah. Akan tetapi kalau itu yang dijadikan alasan, bukankah Kartini juga sangat dekat dengan kalangan Belanda dan mengenyam pendidikan Belanda sampai ia berusia 12 tahun?

Tetapi yang jelas adalah tanpa mengecilkan ari seorang Kartini, wanita Indonesia tetap akan bisa menjadi wanita Indonesia seperti yang kita lihat sekarang.


5.    Dewi Sartika


Nah, kalau berbicara tentang Dewi Sartika, bisa dibilang hampir semua orang Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan minimal SD saja pasti mengetahuinya. Namanya setidaknya berada dibawah nama Kartini setiap kali berbicara tentang emansipasi wanita.

Dewi Sartika lahir di Bandung tanggal 4 Desember 1884, 16 hari sebelum kelahiran Siti Rohana Kudus, adalah putri Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara. Ia pun mengenyam pendidikan Belanda sedari kecil.

Pada tahun 1902, Dewi Sartika merintis pendidikan bagi perempuan di belakang rumahnya. Di sana ia mengajarkan membaca, menulis dan keterampilan perempuan seperti memasak, merenda dan menjahit. Baru kemudian pada tanggal 16 Januari 1904 ia mendirikan Sakola Isteri (Sekolah Perempuan) pertama se Hindia Belanda.

Dari empat nama di atas tersebut kita bisa melihat bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia mempunyai banyak perintis bagi kemaujuan wanita Indonesia. Jadi ngga benar kalau Kartini nggak ada wanita Indonesia akan tetap menjadi wanita terbelakang.

Mudah-mudahan ke depannya pemerintah juga mengangkat nama-nama pejuang wanita lainnya supaya lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia.*Cara pandang gue yang sedikit berbeda terhadap Kartini*

Gambar dari google…^.^

 

24 comments

  1. Itulah makanya sekarang kan nggak ada lagi perayaan maupun peringatan Hari Kartini nak. Pandangan nak Firsty sudah lama diakomodasikan pemerintah. Sejak awal 1990 tidak ada lagi peringatan Hari Kartini supaya memberi kesan Kartini dan semua pejuang wanita yang hidup di jaman kita belum merdeka itu sama berjasanya.

  2. Banyak Mba… apalagi bangsa kita bukanlah bangsa yang suka menulis, lebih ke lisan jadi bukti otentik malah ngga ada…
    Apalagi sejarah bisa dibuat dan direkayasa oleh penguasa…:(

  3. Banyak Mba… apalagi bangsa kita bukanlah bangsa yang suka menulis, lebih ke lisan jadi bukti otentik malah ngga ada…
    Apalagi sejarah bisa dibuat dan direkayasa oleh penguasa…:(

  4. Di sekolah sekolah masih banyak Bunda… Dan media juga selalu menjadikan hari Kartini sebagai sarana untuk berbicara emansipasiwanita.

    seharusnya hari kartini juga dijadikan sebagai sarana untuk memperkenalkan ada tokoh sejarah lain selain Kartini… Bukan hanya mengungkap tentang kartini modern saja…

  5. Itu karena Kartini sudah terlanjur terkenal nak. Kalau dulu peringatan Hari Kartini kan memang diwajibkan, setiap anak sekolah yang perempuan disuruh dandan gaya emak-emak. Sekarang enggak disuruh lagi, jadi yang masih mengadakan kegiatan itu, adalah keinginannya sendiri karena Kartininya sudah terlanjur memberikan image bagus kepada bangsa kita. Itu yang kemudian dihapuskan oleh pemerintah, tapi ya nggak tahu juga kalau sekarang diadakan lagi secara resmi atas kemauan pemerintah. Biasa kan tiap ganti pimpinan, ganti aturan?

  6. Nak, Hari Ibu juga sebetulnya menurut pemerintah konteksnya nggak seperti apa yang dianut masyarakat kita selama ini. Di Hari Ibu kita memperingati dan memperbaharui kembali semangat juang para wanita Indonesia, jadi bukannya kita malah bermanja-manja seharian itu.

  7. Iya… Bener Bun… Tapi kebanyakan sekarang hari ibu cuma dijadikan hari untuk membebaskan para ibu bekerja di rumah tanpa meresapi makna hari ibu seprti yang Bunda jelaskan…

  8. Wah, itu mah kebiasaan dari dulu yang herannya nggak juga bisa dihilangkan, padahal seruan pemerintah secara resmi udah lama bergaung, sejalan juga dengan dihapuskannya Hari Kartini dari agenda penting nasional. Sedih, ya?

  9. Udah kebiasaan kita kali ya Bund, gaungnya kenceng tapi prakteknya nol… Contoh kecil aja, peraturan daerah jakarta, nggak boleh ngerokok di bis umum, tetap ajaaa orang pada cuekin… Dan kontrol pun nggak ada…

  10. Paripurna tulisannya, mbak Fisra.
    Ini cara pandang yg bagus. Memang sebelum Kartini, sudah banyak wanita-wanita Indonesia yg punya peran penting yg luar biasa dalam membangun kehidupan bernegara.

  11. Siapakah perempuan yang bangun sangat pagi, masak air, bikin kopi dan buat sarapan, sehingga Kartini bisa lebih konsentrasi nulis surat-suratnya untuk teman Belandanya? 😎

Leave a reply to Julie Utami Cancel reply